Waspadalah! Indonesia Bisa Kebanjiran Produk Impor Akibat Kebijakan Tarif AS
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengingatkan agar pemerintah mewaspadai kebijakan tarif Amerika Serikat yang kemungkinan akan didasarkan pada kawasan dan penting tidaknya mitra dagang Negeri Paman Sam itu.
"Dampak kenaikan tarif AS ini akan menjadi luberan barang barang negara lain seperti Tiongkok, Vietnam yang biasa ekspor ke AS maka akan beralih ke negara lain termasuk Indonesia," kata Esther yang diminta pandangannya, Senin (19/5).
Dengan kata lain, katanya, pemerintah harus melindungi industri domestik dari gempuran produk dari negara-negara itu, Jangan sampai industri manufaktur Indonesia makin terpuruk yang berakibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar besaran," nasihat Esther.
Ia meyakini jika tarif dikenakan berdasarkan kawasan, maka Trump akan mempertimbangkan tarif menjadi beberapa klaster berdasarkan seberapa penting negara tersebut bagi AS.
"Mungkin jika negara tersebut penting bagi AS, maka bisa diberi tarif rendah, begitu juga sebaliknya," ungkap Esther.
Negara itu menurut Esther bisa dianggap penting jika lebih banyak impor barang dari AS sehingga imbal baliknya tarif ekspor ke AS lebih murah.
Khusus Indonesia, ekspor RI ke AS hanya 9,3 persen dari total ekspor Indonesia lalu impor Indonesia dari AS hanya 5,2 persen dari total Impor Indonesia. Jadi sebenarnya kalau menurut data posisi Indonesia tidak terlalu penting bagi AS dan sebaliknya.
Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Minggu (18/5), AS kemungkinan akan menerapkan tarif berdasarkan kawasan karena waktu semakin sempit untuk merundingkan kesepakatan dagang dengan banyak negara di seluruh dunia.
Menurut dia, mengatakan pemerintahan Presiden Donald Trump kini berupaya mencapai kesepakatan dagang sejumlah negara mitra utama terkait pemberlakuan tarif besar-besaran oleh AS pada April.
Saat tampil dalam acara CNN, Bessent mengatakan dia memperkirakan akan melakukan banyak kesepakatan kawasan.
"Ini tarif untuk Amerika Tengah, ini tarif untuk kawasan Afrika tertentu, tetapi fokus kami saat ini adalah 18 hubungan dagang yang penting," kata Bessent seperti dikutip dari Antara.
Berdasarkan kebijakan tarif timbal-balik (resiprokal), Trump pada 2 April mengenakan tarif impor dasar 10 persen kepada hampir semua negara di dunia dan tarif tambahan yang lebih tinggi kepada sekitar 60 negara yang menikmati surplus perdagangan dengan AS.
Dia kemudian menunda tarif khusus terhadap negara-negara tertentu selama 90 hari untuk bernegosiasi hingga awal Juli, tetapi para pejabat AS kesulitan menyelesaikan begitu banyak perundingan dalam waktu yang tersedia.
Pada Jumat, Trump mengatakan bahwa pemerintahannya akan mengirim surat ke banyak negara dalam dua hingga tiga pekan ke depan untuk memberi tahu berapa banyak yang harus mereka bayar untuk berbisnis di AS.
Dia menambahkan bahwa sekitar 150 negara ingin merundingkan kesepakatan dengan AS, tetapi dia tidak menjelaskan negara mana saja yang akan menerima surat tersebut.
Sejumlah negara seperti India, Jepang, dan Korea Selatan diyakini termasuk dalam 18 mitra dagang penting AS karena mereka telah melakukan pembicaraan dengan pemerintahan Trump sejak penundaan tarif.
Selain 18 negara itu, Bessent mengatakan ada 20 negara lain yang juga memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan AS.
Menurut dia, Trump akan memberlakukan tarif yang sama sebelum penundaan jika mereka tidak bernegosiasi dengan itikad baik.
"Daya tawar negosiasi yang dibicarakan Presiden Trump di sini adalah jika Anda tidak ingin berunding, maka tarifnya akan kembali ke tingkat 2 April," kata Bessent dalam "Meet the Press" di NBC pada Minggu.
0 Comments





- Kemiskinan Jangan Hanya Diukur dari Konsumsi Makanan dan Non-makanan
- Konflik Trump versus Universitas Harvard kian Memanas
- Hati-Hati! Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Merupakan Peringatan Dini
- Penertiban Judol Harus Sentuh Aspek Edukasi dan Rahabilitas
- HORE! AS dan Rusia Kembali Betemu di Istanbul demi Pulihkam Hubungan Bilateral
- Keren! Prabowo Hapus Kuota Impor Sekaligus Pemburu Rente
- Nah Lho! Hemat Pangkal Kaya, Belanja Pangkal Pulih
- Waspadalah, Situasi Pasar Modal Indonesia Sudah Lampu Kuning
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!