Keren! Prabowo Hapus Kuota Impor Sekaligus Pemburu Rente
JAKARTA- Presiden Prabowo Subianto tegas meminta jajaran dari Kabinet Merah Putih (KMP) untuk bisa menghapus kuota produk-produk impor sehingga mempermudah kelancaran para pengusaha Indonesia dalam berusaha, terutama yang bermitra dengan pihak global.
"Yang jelas kemarin, Menko (Perekonomian), Menteri Keuangan, Gubernur BI ada, Ketua DEN ada, saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang menyangkut hajat hidup orang banyak, ya kan? Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silahkan," kata Prabowo dalam acara Sarasehan Ekonomi Nasional yang disiarkan secara daring di YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo setelah mendengar keluhan pengusaha yang bermitra dengan perusahaan global khususnya yang berasal dari AS.
Pengusaha tersebut merasa aturan terkait impor di Indonesia membuat ketidakpastian pada proses negosiasi yang dilakukan antara perusahaan dan berpotensi membuat usaha menjadi tertunda.
Maka dari itu, agar dapat menjamin kepastian terkait mekanisme impor maka Presiden menilai langkah menghapus kuota impor perlu diterapkan sebagai bagian dari deregulasi yang ingin dijalankannya untuk menjaga kesehatan persaingan usaha di Indonesia.
"Bebas (untuk melakukan impor komoditas penting). Gak lagi kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu gak boleh, ya kan? Itu salah satu upaya kita untuk merampingkan, memudahkan iklim usaha. Bikin supaya pengusaha merasa dimudahkan," kata Prabowo.
Di samping mendukung para pengusaha untuk bisa memiliki kemudahan menjalankan bisnisnya, Presiden mengingatkan agar para pengusaha juga dapat menjaga komitmennya untuk berkontribusi bagi negara khususnya dalam menyediakan lapangan kerja dan kontribusi ikut membangun negara melalui pajak.
Menanggapi arahan Presiden, pengamat ekonomi dari STIE YKPN Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko menyambut baik langkah tersebut dan menilai kebijakan itu sebagai upaya strategis untuk membenahi tata niaga nasional yang selama ini sarat kepentingan para pemburu rente (rent seeker) dan praktik korupsi.
"Penghapusan kuota sangat bagus, saya sangat setuju. Selama ini kuota kerap jadi alat permainan, contohnya pada komoditas gula. Kebutuhan nasional hanya 3,5 juta ton, tapi yang diberikan kepada kelompok tertentu bisa mencapai 5 juta ton," ujar Aditya, saat dihubungi Rabu (9/4).
Menurutnya, keberadaan kuota selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi lewat skema perizinan impor yang tidak transparan.
"Di sinilah akar dari praktik rent seeker. Ada fee untuk setiap izin impor yang dimainkan," tambahnya.
Kuota impor jelas Aditya juga kerap menjadi sumber utama korupsi di sektor perdagangan. "Sudah terbukti dari kasus-kasus korupsi impor daging sapi, korupsi impor gula, bahkan korupsi impor bawang putih dan beras. Polanya selalu sama, kuota hanya diberikan kepada pihak tertentu dengan imbalan tertentu," katanya.
Cabut Regulasi
Ia juga menyoroti keberadaan Undang-Undang Perdagangan yang selama ini menjadi dasar pengaturan kuota. "Kalau memang ingin bersih, UU yang mengatur kuota itu juga harus dicabut," tegasnya.
Aditya menilai penghapusan kuota merupakan langkah realistis dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang semakin kompleks.
"Pintu dunia sudah berubah. Sekarang kita tidak punya pilihan lain. Jika kuota dihapus, industri nasional harus ditingkatkan dan ini hanya bisa jika pemerintah turun tangan langsung," katanya.
Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa penghapusan kuota tidak berarti semua barang bebas diimpor. "Yang paling penting adalah penentuan tarif dan mekanisme yang jelas soal barang apa saja yang boleh diimpor. Tidak mungkin semuanya dibuka begitu saja. Harus ada seleksi berbasis kepentingan nasional," ujarnya.
Selama ini, katanya beban terbesar pelaku industri justru berasal dari biaya-biaya tersembunyi yang sering tidak masuk akal. "Banyak pengusaha terbebani oleh pajak siluman. Kalau itu dihapus dan pemerintah benar-benar membantu, ekonomi pasti bisa tumbuh," katanya optimis.
Dia juga menyinggung perang dagang antara AS dan Tiongkok sebagai pelajaran penting. "Tarif impor Tiongkok terus dinaikkan, bahkan Trump kembali menaikkannya menjadi 104 persen. Kalau Tiongkok melawan dengan menaikkan tarif lagi, AS pasti akan membalas. Tapi pada akhirnya, yang menang adalah negara yang defisit," katanya.
Menurutnya, ketika tarif naik dan perdagangan terhenti, negara dengan neraca dagang defisit justru akan mengurangi kerugiannya. "Defisit AS terhadap Tiongkok mencapai 500 miliar dollar AS. Kalau perdagangan terhenti, defisit itu otomatis hilang," paparnya.
Dia pun berharap kebijakan penghapusan kuota impor ini diikuti dengan langkah sistematis membangun industri dalam negeri secara berkelanjutan. "Tanpa keberpihakan nyata kepada sektor industri, kita hanya akan bergantung selamanya. Ini momentum perubahan yang harus dimanfaatkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim menyebut, pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait lainnya akan membahas perihal penghapusan kuota impor seperti yang diminta oleh Presiden Prabowo Subianto.
Keren! Prabowo Hapus Kuota Impor Sekaligus Pemburu Rente
0 Comments





- Indonesia Butuh Pemimpin yang Menolak Kompromi dengan Korupsi
- Donald Trump: Saya Ingin Putin Berhenti Menembak!
- IMF Diminta Fokus Menciptakan Keadilan Ekonomi Negara Anggota
- Waspadai Covid-19 Meski Variannya Relatif Tak Mematikan
- Waspada! Rendahnya Penerimaan Pajak Menjadi Alarm Serius
- Krisis Pangan Mengancam, Pejabat Jangan Cuma Pencitraan
- AS Ingin Damai, Moskow Berterima Kasih Kepada Donald Trump
- Alamak! Konsorsium Korsel Tarik Investasi Baterai EV Rp130,7 Triliun
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!