Alamak! Konsorsium Korsel Tarik Investasi Baterai EV Rp130,7 Triliun
JAKARTA- Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira menegaskan batalnya komitmen investasi LG di ekosistem baterai harus jadi bahan evaluasi total kebijakan industri di Indonesia karena ada inkonsistensi insentif fiskal antara perusahaan mobil listrik yang diberikan PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) dan mobil hybrid yang diberi PPnBM DTP (Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah).
"Ini membingungkan. Sebenarnya Indonesia mau bangun ekosistem mobil listrik EV atau hybrid?" tanya Bhima, yang diminta berkomentar, Minggu (20/4) atas kebijakan yang membuat konsorsium Korsel mengundurkan diri akibat kebijakan itu .
Selain itu, katanya, rencana pemerintah melonggarkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di tengah negosiasi tarif dengan AS membuat produsen baterai di Indonesia kecewa. "Buat apa mereka bangun pabrik dengan investasi besar, kalau syarat TKDN-nya mau di ganti?"
Hal lain, katanya, bahan baku baterai tidak lagi bergantung pada nikel, karena perkembangan teknologi seperti LFP (lithium ferro phosphate) dan Sodium. Jika alternatif bahan baku baterai makin banyak tersedia, maka produsen secara rasional akan mempertimbangkan bangun ekosistem baterai di Indonesia.
Sebagaimana diberitakan, konsorsium asal Korea Selatan (Korsel) di bawah pimpinan LG telah memutuskan untuk menarik diri dari proyek untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Menurut sumber Yonhap, Jumat (18/4), keputusan menarik investasi senilai 11 triliun won atau sekitar 130,7 triliun rupiah itu dilakukan setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia, seiring dengan pergeseran lanskap industri, khususnya yang disebut jurang EV.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut," kata seorang pejabat dari LG Energy Solution.
"Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group," katanya.
Sebelumnya, konsorsium yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun "rantai pasok menyeluruh" untuk baterai EV. Inisiatif tersebut mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai.
Menanggapi penarikan diri itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, patut disayangkan kalau pada akhirnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak melanjutkan proyek pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia. Alasan yang disampaikan bahwa ada perlambatan permintaan EV saat ini sebenarnya adalah hal yang tidak biasa dalam siklus teknologi.
"Dugaan saya ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan, berkaitan dengan situasi perang dagang akibat keputusan tarif AS, yang mungkin menyebabkan konsorsium tersebut harus meninjau ulang strateginya," kata Fabby.
Selain itu kondisi finansial LGES memang kurang baik karena di 2024 lalu mengalami kerugian yang disebabkan menurunnya permintaan EV tahun lalu. Jadi sangat mungkin keputusan itu berdasarkan pada kondisi finansial perusahaan yang membatasi melakukan investasi baru.
Walaupun demikian keputusan ini tentunya akan sedikit menghambat upaya membangun ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia dan menghambat upaya hilirisasi nikel.
Fabby pun berharap Pemerintah melakukan evaluasi batalnya investasi ini dan melakukan evaluasi internal dan mengkaji dampak pada rencana hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.
Selain itu untuk Indonesia Battery Corporation (IBC) bisa mencari mitra lain yang sesuai, dan memastikan kerja sama kemitraan dengan LGES di HLI tidak mengalami kendala, mengingat saat ini direncanakan penambahan kapasitas produksi batterai 10 giga watt hour (GWh), yang akan menambah kapasitas produksi baterai HLI menjadi 20 GWh di akhir 2025.
Sementara itu, peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan, yang pasti, kebijakan akhir-akhir ini membuat kepastian investasi menjadi mengambang. "Investor wait and see kebijakan pemerintah yang bisa menentukan arah pembangunan industri ke depan. Salah satunya terkait sikap pemerintah dalam menghadapi perang tarif," kata Nailul.
Sebagaimana diketahui, dengan timbulnya perang tarif, menggeser permintaan baterai EV yang didominasi oleh mobil dari Tiongkok. Dengan adanya hambatan bagi mobil EV Tiongkok untuk masuk ke AS, sehingga pasar akan semakin menyempit.
Alamak! Konsorsium Korsel Tarik Investasi Baterai EV Rp130,7 Triliun
0 Comments





- Zelensky Tunggu Ketulusan Rusia Akhiri Perang
- Nah! Trump Ngaku Bukan Plin-Plan, Cuma Sangat Fleksibel
- Ulah Trump Mengenakan Tarif Baja dan Aluminium Memicu kekhawatiran Warga AS
- Trump Kembali Bikin Ketar-Ketir: Tak Ada Negara yang Bakal Lolos dari Perang Dagang
- Waspadalah! Ekonomi RI Bisa Menuju Kanker Stadium Empat
- 135 Kardinal akan Sidang Tertutup Memilih Penerus Paus Fransiskus
- Ini Dia 4 Paket Negosiasi Delegasi Indonesia dengan Anak Buah Trump
- Hore! Damai Segera Tiba, Gencatan Senjata Rusia-Ukraina di Depan Mata
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!