Ini Dia Biang Kerok Melemahnya Harga Saham dan Obligasi
JAKARTA- Selain pemangkasan rating yang dilakukan Goldman Sachs terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia, sejumlah kasus megakorupsi dinilai menjadi musabab gejolak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi cukup signifikan.
"IHSG sangat rentan terhadap isu global tak terkecuali kebijakan dagang Donald Trump yang mengundang reksi keras negara-negara lain terutama Eropa," kata Guru Besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Imron Mawardi.
Menurutnya, investor merasa khawatir dengan berbagai kebijakan tersebut, karena berpotensi mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia. "Makanya, banyak investor melakukan aksi jual meskipun secara fundamental sebenarnya masih cukup baik. Akibatnya, banyak harga saham terkoreksi dan terlihat lebih murah, meskipun kondisi fundamentalnya tetap kuat."
Sentimen negatif juga datang dari dalam negeri, seperti kasus korupsi di sektor-sektor penting, termasuk Pertamina. Sentimen itu meningkatkan ketidakpercayaan pasar, sehingga mendorong aksi jual dan menyebabkan nilai saham turun hingga ke level 6.400-an dari sebelumnya yang sempat mendekati level 7.000.
"Dalam jangka waktu sekitar dua minggu terakhir, faktor global memang lebih dominan. Namun, ada juga faktor domestik yang berperan, terutama ketika terdapat pengumuman terkait pembentukan holding BUMN, seperti Danantara," ungkapnya.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Fitra, Badiul Hadi menilai keputusan Goldman Sachs jika dilihat secara seksam, tidak terlepas dari kebijakan fiskal pemerintah. Misalnya pemberian insentif ekonomi dapat meningkatkan beban fiskal negara, yang pada gilirannya memengaruhi keseimbangan anggaran.
"Dalam jangka pendek kebijakan goldman Sachs ini cenderung negatif, menurunkan kepercayaan investor asing sehingga lebih hati-hati menanamkan modal di Indonesia dan modal asing yang selama ini berperan besar di pasar saham dan obligasi Indonesia bisa keluar (capital outflow) lebih cepat, menyebabkan tekanan pada nilai tukar rupiah dan volatilitas pasar," kata Badiul.
Seiring dengan meningkatnya risiko fiskal, investor akan meminta imbal hasil (yield) lebih tinggi untuk menutupi risiko tambahan, sehingga beban bunga utang pemerintah bisa meningkat dan ini akan menekan APBN.
"Dalam jangka panjang pemerintah perlu menyeimbangkan insentif yang diberikan dengan langkah langkah peningkatan pendapatan, dan efisiensi belanja negara,"katanya.
Risiko Fiskal Meningkat
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy sebelumnya mengatakan pemangkasan rating oleh Goldman Sachs terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia, dalam jangka pendek akan berdampak kurang baik.
"Dalam jangka pendek, prospek tentunya kurang baik," kata Budi saat dihubungi Antara, di Jakarta, Selasa (11/3).
Menurutnya, faktor yang mendorong Goldman Sachs untuk memangkas rating, di antaranya risiko fiskal Indonesia yang semakin meningkat seiring adanya berbagai insentif yang ditawarkan Pemerintah dan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Dia pun merekomendasikan agar pemangku kebijakan harus lebih berhati-hati dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah melemahnya daya beli masyarakat, menurunnya jumlah kelas menengah, serta stagnasi rasio pajak.
Sebagai informasi, Goldman Sachs memotong peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight, sedangkan di pasar obligasi, mereka juga menyesuaikan peringkat untuk surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun hingga 20 tahun menjadi netral dari sebelumnya termasuk disukai.
Para analis Goldman Sachs menilai risiko itu berpusat pada kekhawatiran atas kondisi ekonomi, setelah Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah termasuk realokasi anggaran, pembentukan dana kekayaan negara, serta perluasan kebijakan perumahan untuk keluarga berpenghasilan rendah, yang diproyeksikan akan dapat memperburuk defisit.
Strategist Goldman Sachs, Timotius Moe menyebutkan dengan laba perusahaan yang lebih rendah dan likuiditas sistem perbankan yang ketat menjadi tekanan tambahan pada pasar.
"Penundaan yang tidak biasa anggaran bulanan Indonesia pada Januari membuat para investor mengajukan pertanyaan tentang keadaan keuangan pemerintah," kata Timotius.
Ini Dia Biang Kerok Melemahnya Harga Saham dan Obligasi
0 Comments





- Jerman Mainkan Peran Aktif Demi Perdamaian Rusia-Ukraina
- Kasihan, Masyarakat Kelas Menangah Paling Banyak Tertekan
- Kasihan! 7,8 Juta Angkatan Kerja Nganggur
- Revisi UU Pangan Harus Mampu Menjawab Tantangan Terkini
- Efisiensi Harus Dilakukan pada Pos-pos Pemborosan dan Tak Rasional
- Alamak! Konsorsium Korsel Tarik Investasi Baterai EV Rp130,7 Triliun
- Hati-hati, Jangan Terlalu Boros Belanjakan THR-mu
- Paus Leo XIV Bersumpah Lestarikan Warisan Gereja Katolik
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!