Waspadalah! Donald Trump Sewaktu-waktu Bisa Berubah

JAKARTA - Indonesia harus tetap waspada sekalipun perang dagang Amerika Serikat (AS) versus Tiongkok sedang mereda mengingat sifat Presiden Donald Trump yang sewaktu-waktu bias berubah, Sekar Utami Setiastuti, Rabu (14/4), mengatakan.

"Itu kan baru perundingan pertama. Kita belum lihat sama negara lain kayak gimana. Jadi, enggak bisa terus kita santai-santai, harus tetap waspada," kata Sekar dalam EB Journalism Academy di FEB UGM, Yogyakarta.

Waspadalah! Donald Trump Sewaktu-waktu Bisa Berubah
- (Dok. istimewa).

Ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, itu diminta menganalisa kesepakatan sementara dalam pertemuan delegasi AS-Tiongkok di Jenewa, Swiss pekan lalu, untuk saling menurunkan tarif impor selama 90 hari. Hal ini menjadi sinyal meredanya ketegangan perang dagang untuk sementara waktu.

Selain tetap waspada, kata dia, Pemerintah RI harus bersiap jika sewaktu-waktu dampak perang dagang itu benar-benar terasa terhadap perekonomian dalam negeri.

"Kalau ada dampak negatif, ya gimana cara kita kasih stimulus ke yang memang terdampak. Misalnya dalam jangka panjang ada satu sektor yang terdampak, ya berarti kan memang mungkin di situ nanti perlu ada stimulus ke sektor-sektor tertentu," kata Sekar.

Ia mengatakan gejolak ekonomi global akibat perang dagang umumnya tercermin dalam aktivitas ekspor dan impor. Jika perlambatan terjadi di level global, ekspor Indonesia berpotensi ikut terpengaruh.

"Kalau kita kemudian demand-nya turun, mungkin impor kita juga akan turun. Net ekspornya enggak akan turun terlalu banyak. Jadi agak sedikit delicate (rumit), memang harus dilihat supply chain (rantai pasok) kita itu kayak gimana, jelas Sekar seperti dikutip dari Antara.

Ia juga menilai inflasi domestik sampai saat ini relatif masih terkendali. Meski begitu, potensi inflasi impor tetap harus diperhatikan, terutama jika harga bahan pokok terdampak.

"Kalau kita, khawatirkan import inflation, sebenarnya mungkin masih ada space. Cuma memang khawatirnya itu kalau kemudian terjadi kenaikan di harga-harga bahan pokok. Itu yang nanti mungkin memberikan dampak langsung," katanya.

Sekar pun mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap enteng dampak perang dagang dengan melontarkan respons yang tepat ke publik.

"Pemerintah harus tetap melihat efeknya kayak gimana. Jangan terus merasa aman dan tahan banting, padahal situasi bisa berubah cepat," kata Sekar.

Meskipun tensi dagang AS-Tiongkok saat ini tampak mulai mereda, namun kondisi global jelasnya tetap tidak menentu dan bisa kembali berubah.

"Walaupun kemudian Trump seolah sudah melunak, itu bukan berarti bahwa masalahnya selesai," kata Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Ekonomi FEB UGM itu.

Perubahan Besar

Pada kesempatan terpisah, pengamat kebijakan publik Fitra, Badiul Hadi sepakat bahwa pemerintah tidak bisa menganggap bahwa keputusan AS dan Tiongkok akan langsung membawa perubahan besar pada pasar global, meskipun kesepakatan saat ini sebagai bagian dari upaya menuju ke sana.

Semua orang tahu bahwa presiden Trump memiliki gaya kepemimpinan unpredictable sedari periode pertama saat memimpin AS. "Misalnya tiba tiba, dia menaikkan tarif terhadap berbagai produk Tiongkok di tengah negosiasi sedang berjalan. Artinya, meredanya tensi perang dagang kedua negara bukan jaminan untuk jangka panjang," papar Badiul.

Perjanjian dagang AS dan Tiongkok saat ini seperti fase awal perjanjian pada tahun 2020 yang tidak menyelesaikan akar masalah struktural, seperti subsidi industri, pencurian kekayaan intelektual. Kesepakatan yang dicapai bersifat sementara dan ketegangan bisa terjadi kembali kapan saja.

Di sisi lain, perang dagang AS dengan Tiongkok bukan satu-satunya faktor ketidakpastian global, tidak boleh mengabaikan potensi dari negara lain, seperti ketegangan geopolitik Russia-Ukraina, konflik di laut Tiongkok Selatan, dan juga dinamika di Timur Tengah serta terakhir ketegangan antara India dan Pakistan di Kashmir.

Situasi seperti itu direspon banyak negara dengan mengeluarkan kebijakan deglobalisasi dan proteksionisme yang dapat menganggu perdagangan dunia dan memengaruhi ekspor Indonesia.

"Sebab itu, sangat penting resiliensi ekonomi domestik, memperbaiki iklim investasi domestik, memperkuat industri pengolahan, usaha mikro.kecil dan menengah (UMKM), dan Indonesia perlu diversifikasi pasar ekspor, untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan Tiongkok," kata Badiul.

Dalam jangka panjang, agar ekonomi tahan guncangan, perlu memperkuat daya saing produk lokal dan rantai pasok domestik. Sebab itu, diperlukan kebijakan yang responsif dan adaptif terhadap fluktuasi tarif, embargo, atau perubahan perjanjian perdagangan.

D
Diapari Sibatangkayu
Penulis
  • Tag:
  • Perang Dagang
  • Tiongkok
  • Amerika Serikat (AS)

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE