Ketegangan India-Pakistan Memuncak Setelah Serangan di Kashmir

JAKARTA, GENVOICE.ID - Pakistan dan India saling melepaskan tembakan di sepanjang Garis Kontrol di Kashmir setelah serangan terhadap wisatawan India yang menewaskan 26 orang. Insiden ini terjadi di tengah seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar kedua negara menunjukkan "penahanan maksimal" demi mencegah eskalasi lebih lanjut.

Hubungan antara kedua negara bersenjata nuklir itu kini berada di titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. India menuduh Pakistan mendukung "terorisme lintas batas", sementara Pakistan membantah tuduhan tersebut.

Pihak berwenang India mengidentifikasi tiga tersangka dari kelompok militan Lashkar-e-Taiba sebagai pelaku serangan, dan kini sedang melakukan operasi besar-besaran di Kashmir selatan. Hadiah sebesar 2 juta rupee ditawarkan bagi siapa saja yang dapat membantu penangkapan mereka.

Militer India melaporkan bahwa tembakan kecil dimulai oleh pasukan Pakistan, sementara pihak Pakistan menyatakan kehidupan warga sipil tetap normal meski terjadi baku tembak di Lembah Leepa. Belum ada laporan korban jiwa akibat insiden ini.

Di sisi diplomatik, ketegangan meningkat tajam. India menangguhkan perjanjian air dengan Pakistan, menutup perbatasan darat utama, menurunkan hubungan diplomatik, dan mencabut visa bagi warga Pakistan. Pakistan merespons dengan mengusir diplomat India, membatalkan visa, dan memperingatkan bahwa upaya India menghentikan aliran air Sungai Indus akan dianggap sebagai "tindakan perang".

Sementara itu, Perdana Menteri India, Narendra Modi, berjanji akan melacak dan menghukum semua pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. Di pihak lain, pemerintah Pakistan menganggap tuduhan terhadap mereka tidak berdasar dan menegaskan akan mengambil langkah balasan jika kedaulatan negaranya terancam.

PBB mengimbau kedua negara untuk menyelesaikan persoalan melalui jalur damai dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi. Namun, eskalasi di Kashmir memperlihatkan bahwa ketegangan di kawasan tersebut tetap menjadi tantangan serius bagi stabilitas Asia Selatan.