Antisipasi Kebijakan Tarif Tinggi AS dengan Diversifikasi Pasar Ekspor

JAKARTA- Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah Istimewa Yogyakarta (Kadin DIY), Robby Kusumaharta mengatakan Indonesia wajib mengantisipasi kebijakan tarif impor yang ditempuh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

"Mengahadapi tantangan itu kita harus meningkatkan daya saing produk lokal termasuk mendiversifikasi produk ekspor, meningkatkan kualitas produk perbaikan iklim investasi, pemanfaatan teknologi digital, dan penguatan branding produk lokal," katanya, Minggu (23/3).

Antisipasi Kebijakan Tarif Tinggi AS dengan Diversifikasi Pasar Ekspor
- (Dok. istimewa).

Menurut dia, kebijakan Trump tersebut lebih mengkhawatirkan bagi negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia, dibandingkan kekhawatiran warga Amerika sendiri.

"Dengan tarif tinggi, produk impor menjadi lebih mahal, sehingga konsumen cenderung beralih ke produk lokal. Hal ini akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri AS dan meningkatkan pendapatan negara dari pajak impor," kata Robby.

Kebijakan tersebut jelas Robby terutama ke mitra dagang yang mencatat surplus dengan AS seperti Indonesia menjadi tantangan baru.

"Kita harus meningkatkan daya saing produk lokal dan mencari pasar alternatif untuk mengurangi kebergantungan pada pasar tertentu," tambahnya. "Dengan strategi-strategi tersebut, Indonesia dapat memitigasi dampak negatif dari kebijakan tarif AS dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan."

Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha dalam menghadapi tantangan tersebut. "Sinergi antara Pemerintah dan dunia usaha sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang mendukung peningkatan daya saing dan ekspor produk Indonesia," pungkas Robby.

Ciptakan Ketidakpastian

Sementara itu, peneliti ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan, kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Trump akan menguntungkan AS karena meningkatkan pendapatan dari pajak impor serta memperkuat daya saing industri domestik.

"Meskipun tarif dapat mengurangi defisit perdagangan dengan negara-negara yang mengalami surplus terhadap AS, biaya produksi bagi perusahaan Amerika yang bergantung pada bahan baku impor justru bisa meningkat. Selain itu, negara mitra dagang dapat merespons dengan kebijakan balasan, menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasok global,"ucapnya.

Bagi Indonesia terang Rendi, kebijakan proteksionisme semacam itu memiliki konsekuensi yang perlu diperhitungkan. Sebagai negara dengan hubungan perdagangan yang cukup besar dengan AS, terutama di sektor seperti tekstil, alas kaki, dan produk manufaktur lainnya, peningkatan tarif bisa mengurangi daya saing ekspor Indonesia ke pasar Amerika.

Di sisi lain, jika perang dagang mendorong pergeseran rantai pasok global, Indonesia berpotensi menarik investasi dari perusahaan yang ingin menghindari tarif tinggi AS seperti Tiongkok.

Namun, untuk memanfaatkan peluang itu, Indonesia perlu memperbaiki iklim investasi dan memastikan daya saing industrinya tetap kuat di tengah dinamika perdagangan global.

Kebijakan tarif pada barang impor yang diberlakukan Donald Trump memang memicu khawatir mitra dagangnya yang selama ini mencatat surplus perdagangan dengan negara adidaya tersebut. Sebab, dengan tarif yang tinggi yakni hingga 25 persen akan menyumbang penerimaan pendapatan pajak impor yang sangat besar.

Selain pendapatan, kebijakan itu juga sekaligus sebagai upaya memproteksi industri dalam negeri AS dari serbuan barang-barang impor murah. Dengan demikian, produk industri dalam negeri AS akan lebih kompetitif. Pasokan supply chain pun tidak menjadi lebih besar karena daya saing menjadi balance.

D
Diapari Sibatangkayu
Penulis
  • Tag:
  • tarif
  • Ekspor
  • Donald Trump

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE