Wow, Subsidi dan Kompensasi Gerogoti ABPN Ratusan Triliun Rupiah
JAKARTA- Pemerintah menetapkan besaran subsidi dan kompensasi pada APBN 2025 sebesar Rp525 triliun yang guna menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli masyarakat, serta mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Subsidi tersebut terdiri dari subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp394,3 triliun dan subsidi nonenergi sRp131,3 triliun, termasuk cadangan subsidi," Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, Senin (17/3).
Pada APBN 2024, katanya, pemerintah mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp186,9 triliun rupiah yang mencakup subsidi Bahan Bakar Minyak dan LPG sebesar Rp113,3 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp73,6 triliun.
"Bagaimana pun, energi terbarukan atau clean energy adalah jawaban dari krisis energi sekaligus masalah ekonomi yang disebabkan defisit impor, karena clean energy tidak ada habisnya," kata Wibisono.
Agar impor nonmigas dapat ditekan, katanya, pemerintah harus mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri melalui substitusi barang-barang dan jasa yang selama ini diimpor karena tidak diproduksi dalam negeri atau karena dianggap harganya kurang kompetitif.
Impor idealnya hanya untuk barang-barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri seperti impor barang modal yang memang dibutuhkan untuk meningkatkan dan memacu produktivitas dalam negeri.
Selain selektif, Pemerintah juga diminta melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk-produk impor yang harganya lebih murah karena disubsidi dari negara asalnya dan setelah masuk ke Indonesia malah tarifnya nol.
Di sisi lain, Pemerintah malah mengenakan tarif bea keluar untuk produk-produk dalam negeri yang diekspor sehingga biayanya lebih tinggi dan otomatis kurang kompetitif di pasar global.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Februari 2025 mencapai 18,86 miliar dollar AS, naik 5,18 persen dibandingkan Januari 2025. Kenaikan impor itu disebabkan oleh kenaikan impor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas.
"Khusus impor migas bisa dikendalikan dengan memperbesar penggunaan energi baru terbarukan yang sumbernya di dalam negeri melimpah, mulai dari energi hydro (air), energi surya atau matahari, energi angin dan panas bumi atau geothermal," katanya.
Selain mengupayakan sumber energi terbarukan lokal yang potensial, masyarakat pun harus diedukasi agar melakukan penghematan atau efisiensi energi seperti mengurangi pekerjaan atau perjalanan yang tidak mendesak.
Publik harus diedukasi bahwa dengan masih dominannya pemanfaatan energi fosil atau energi kotor, maka aktivitas yang berlebihan hanya akan menyebabkan pemborosan energi. Apalagi, energi minyak dan gas serta batubara yang paling banyak digunakan saat ini mendapat subsidi yang sangat besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahun.
Logam Mulia
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (17/3) mengatakan kenaikan impor pada awal tahun ini didorong oleh naiknya impor migas 384,7 juta dollar AS dan nonmigas 543,7 juta dolar AS (3,52 persen). Peningkatan impor migas disebabkan oleh bertambahnya impor minyak mentah 272,5 juta dollar AS dan hasil minyak 112,2 juta dollar AS.
Dari sepuluh golongan barang utama non migas Februari 2025, golongan logam mulia dan perhiasan/permata mengalami peningkatan tertinggi senilai 0,33 miliar dollar AS (110,26 persen) dibandingkan Januari 2025.
Sementara golongan mesin/ peralatan mekanis dan bagiannya mengalami penurunan terbesar senilai 0,12 miliar dollar AS (4,47 persen).
Tiga negara pemasok barang impor non migas terbesar selama Februari 2025 adalah Tiongkok 6,05 miliar dollar AS (37,81 persen), Jepang 1,26 miliar dollar AS (7,86 persen), dan Thailand 0,87 miliar dollar AS (5,45 persen).
Lebih lanjut dia mengatakan impor nonmigas pada Februari 2025 tercatat senilai 15,99 miliar dollar AS, naik 3,52 persen dibandingkan Januari 2025 dan naik 3,47 persen dibandingkan Februari 2024.
Impor non migas dari ASEAN tercatat 2,65 miliar dollar AS (16,59 persen) dan Uni Eropa 0,92 miliar dollar AS (5,72 persen).
Nilai impor golongan bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari-Februari 2025 kata Amalia mengalami peningkatan terhadap periode yang sama tahun sebelumnya, masing-masing senilai 0,15 miliar dollar AS (0,55 persen) dan 0,24 miliar dollar AS atau 3,61 persen, sedangkan golongan barang konsumsi turun 0,52 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhisthira mengatakan kendati neraca perdagangan surplus tetapi di sisi yang lain ada kualitas yang menurun karena impor dari bahan baku hanya naik 4,7 persen sementara impor barang konsumsinya minus 21 persen secara tahunan atau year on year/yoy, dan minus 10,6 persen dibanding bulan sebelumnya.
"Padahal ini kan periode Ramadan jelang Idul Fitri. Ini anomali dengan permintaan impor barang konsumsi, seharusnya masyarakat secara seaseonal mengkonsumsi barang barang impor yang banyak jelang lebaran. Jadi, ini anomali. Ini menunjukan adanya tekanan dari sisi permintaan di dalam negeri,"pungkas Bhima.
0 Comments





- Menggaet Investor Melalui Identifikasi Potensi Unggulan di Daerah
- Keren! Prabowo Hapus Kuota Impor Sekaligus Pemburu Rente
- Efisiensi Harus Dilakukan pada Pos-pos Pemborosan dan Tak Rasional
- Waduh! Menyiapkan Dokumen Amdal Lebih Rumit dari Disertasi Doktoral
- Waspada! Rendahnya Penerimaan Pajak Menjadi Alarm Serius
- Demi Lapangan Kerja, Trump Perintahkan Genjot Ekspor Senjata
- Jangan Tutup Mata Atas Faktor Internal Pelemah Nilai Tukar Rupiah
- Selamat Tinggal Peperangan, Ukraina-Rusia Diambang Damai
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!