Trump Pertimbangkan Kebijakan Tahan Warga Tanpa Proses Hukum, Picu Kritik Hak Asasi
JAKARTA, GENVOICE.ID - Pemerintahan Donald Trump kembali memunculkan kontroversi. Penasihat senior Gedung Putih, Stephen Miller, menyatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji kemungkinan untuk mencabut hak hukum dasar yang memungkinkan seseorang menantang penahanannya di pengadilan.
Langkah ini, jika diterapkan, akan memungkinkan pemerintah menahan seseorang tanpa proses hukum yang adil, termasuk tanpa kesempatan untuk membela diri di hadapan hakim. Miller beralasan bahwa konstitusi Amerika Serikat memberi ruang untuk hal tersebut bila negara mengalami "invasi" atau pemberontakan.
Namun, banyak pihak menyebut alasan tersebut tidak berdasar. Sejumlah hakim federal, termasuk yang ditunjuk langsung oleh Trump, menolak klaim bahwa AS sedang mengalami invasi. Mereka menyatakan bahwa migrasi tidak dapat disamakan dengan serangan militer.
Hakim Karen Henderson dan Patricia Millett menegaskan bahwa makna asli dari kata "invasi" dalam hukum Amerika merujuk pada konflik bersenjata, bukan imigrasi. Bahkan Hakim Stephanie Gallagher menyebut pemerintah tidak memiliki bukti kuat bahwa para pencari suaka, terutama anak-anak yang datang sendiri, merupakan ancaman bagi keselamatan publik.
Kritik juga datang dari akademisi hukum, seperti profesor Steve Vladeck dari Georgetown University. Ia menilai pemerintah keliru menafsirkan konstitusi. Menurutnya, hak untuk mendapat pengadilan tidak bisa dihapus hanya karena pemerintah merasa situasinya darurat.
Isu ini muncul di tengah meningkatnya upaya pemerintah untuk melakukan deportasi massal. Dalam beberapa kasus, warga yang memiliki status legal pun terancam dideportasi hanya karena menyuarakan pendapat, termasuk dukungan terhadap Palestina.
Meskipun pengadilan beberapa kali berhasil menghentikan rencana deportasi semena-mena, pemerintahan Trump tetap ngotot, bahkan beberapa kali menyerang hakim yang mengeluarkan putusan berseberangan.
Kebijakan ini menuai kekhawatiran luas bahwa prinsip-prinsip dasar keadilan dan hak asasi manusia di Amerika Serikat semakin tergerus. Para pengamat menilai, jika hak untuk menggugat penahanan dicabut, hal ini bisa membuka jalan bagi penyalahgunaan kekuasaan yang lebih luas di masa depan.
0 Comments





- Sony Uji Coba Karakter PlayStation Berbasis AI
- Presiden Prabowo Cabut Izin Tambang demi Jaga Laut Raja Ampat Tetap Mendunia
- "A Minecraft Movie" Catat Rekor Baru, Jadi Film Blockbuster Terbesar di Awal 2025
- Shaquille O'Neal Beri Tanggapan atas Cedera Kyrie Irving
- Dari Lisa BLACKPINK sampai Ariana Grande, Ini Rincian Penampil di Oscar 2025
- Menang Tipis 1-0 Atas Getafe, Ancelotti Masih Belum Yakin dengan El Clasico di Final Copa del Rey
- Ketua DPR RI Pastikan Akan Selidiki Dugaan Intimidasi terhadap Mahasiswa UII
- Man City Ditahan Imbang 0-0 oleh Southampton, Pep Akui Timnya Buang Peluang Besar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!