Rupiah dan IHSG di Zona Merah, Sudah Diduga Sebelumnya
JAKARTA- Pakar ekonomi dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata mengatakan pembukaan pasar usai libur panjang yang menyeret rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke zona merah, sudah diduga sebelumnya.
"Gejolak pasar keuangan kali ini merupakan akumulasi dari reaksi pelaku pasar yang tertahan selama liburan," katanya Selasa (8/4) merespon perkembangan pasar uang dan bursa samah.
Indeks rupiah di pasar offshore atau Non Deliverable Forward (NDF) terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sempat menembus level 17.300 per dollar AS. Begitu pula IHSG pada perdagangan Selasa (8/4) sempat terkoreksi hingga 9,19 persen dan akhirnya ditutup di level 5.996,14, melorot 514,48 poin atau 7,90 persen.
Mencermati kondisi tersebut, menurut Aloysius, mengharuskan Indonesia segera melakukan langkah-langkah penyesuaian, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun strategi di luar keduanya. Terlebih, depresiasi kurs rupiah tak lepas dari kekhawatiran global atas potensi eskalasi perang dagang, yang arah dan dampaknya masih sulit diprediksi.
"Respon tiap negara terhadap kebijakan perdagangan AS, terutama di bawah pemerintahan Trump, sangat beragam. Tidak mudah memastikan apakah langkah lobi pemerintah Indonesia akan sesuai harapan," tambahnya.
Oleh karena itu, Aloysius menekankan pentingnya memperkuat daya tahan ekonomi domestik. Ia menilai salah satu langkah strategis adalah mendorong produksi yang berorientasi ekspor dengan memangkas berbagai biaya transaksi dan kerumitan birokrasi yang selama ini menjadi hambatan utama.
Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan kebijakan substitusi impor secara selektif, guna mengurangi tekanan pada neraca perdagangan. Namun ia mengingatkan, kebijakan tersebut harus dirancang hati-hati agar tidak merugikan daya saing dan hubungan dagang dengan mitra kawasan.
"Industri substitusi impor juga bisa menjadi instrumen penciptaan lapangan kerja yang realistis saat ini," jelas Aloysius.
Dari sisi kebijakan moneter, Aloysius menyatakan bahwa intervensi agresif oleh Bank Indonesia menjadi langkah tak terelakkan untuk menahan laju pelemahan rupiah.
"Dengan intervensi terjadi di pasar off-shore maupun domestik, maka kemampuan bank sentral akan diuji dalam mengelola cadangan devisa, juga dalam pengaturan utang luar negeri swasta sebagai bentuk antisipasi," tegasnya.
Dengan tekanan global yang kian membesar dan respons pasar yang tak bisa ditunda, Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tuntutan untuk segera bertindak. Stabilitas ekonomi nasional hanya dapat dipertahankan melalui koordinasi yang erat antara kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural dalam negeri.
Equilibrium Baru
Pada kesempatan terpisah, Guru Besar Manajemen Strategi, Departemen Manajemen, Universitas Airlangga, Surabaya, Badri Munir Sukoco, mengatakan, Pemerintah sebaiknya menggunakan ekuilibrium kurs dollar AS baru, karena sudah melonjak di kisaran 16 ribu rupiah dan kini tembus hingga 17.300.
Penyesuaian perlu dilakukan dalam asumsi makro termasuk RAPBN 2026 dan revisi APBN 2025 agar tidak terulang seperti masa krisis 1998.
"Itu bisa menjadi berkah bagi eksportir, tapi menjadi bencana bagi importir. Kita harus melihatnya dari dua sisi ini. Dan apakah ini akan menjadi ekuilibrium bagi Indonesia, karena kalau dalam sepuluh tahun terakhir rupiah kita dijaga di lima belas ribu, dan ketika menjadi tujuh belas ribu, tentu bagi eksportir adalah berkah. Memang ketika surplus seperti menguntungkan, tapi kembali lagi, ketika ekspor kita lebih didominasi raw material," jelasnya.
Sementara itu, impor Indonesia didominasi barang-barang siap konsumsi yang berteknologi yang ke depannya akan kurang baik karena nilai tambahnya kecil. Dari sisi ekspor, memang Indonesia akan mendapat uang banyak, tapi di sisi yang lain barang sudah habis karena uncontinue resources.
"Saya yakin Pemerintah akan melakukan beberapa langkah karena ini terkait sentimen pasar dan kepercayaan publik. Kembali lagi, apakah ini (17 ribu) akan seterusnya atau sementara. Itu pemerintah harus meng-handlenya," katanya.
Rupiah dan IHSG di Zona Merah, Sudah Diduga Sebelumnya
0 Comments





- PM Australia: Saya Pastikan Kami Dukung Indonesia Masuk OECD dan CPTPP
- Proteksi Industri Lokal, RI Butuh Kebijakan Hambat Barang Impor
- Rusia dan AS Terus Berupaya Mencapai Perdamaian yang Langgeng dan Tahan Lama
- Daya Beli Masyarakat Melemah, Pemerintah Subsidi Upah
- Waspadalah! Liberalisasi Impor Dapat Memperdalam Ketimpangan
- Untung Ada Trump! Jika Tidak, Indonesia Bisa Mati Duluan
- Eropa Siapkan Dana Tambahan Demi Gencatan Senjata Di Ukraina
- Presiden Prabowo: Indonesia Mampu Berdiri di Atas Kaki Sendiri
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!