Ukraina Ingin Perdamaian Abadi dan Selamanya dengan Russia
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha mengatakan jika Russia benar-benar menginginkan perdamaian, maka mereka harus segera menghentikan tembakan.
"Mengapa harus menunggu hingga 8 Mei jika tembakan bisa dihentikan sekarang? mengapa tidak sejak hari ini untuk setidaknya 30 hari, supaya benar-benar nyata, bukan hanya demi parade," kata Andrii di media sosial X, Senin (28/4).
Menanggapi pengumuman Presiden Russia Vladimir Putin untuk melakukam gencatan senjata selama 3 hari, pihaknya sangat mendukung. "Ukraina siap mendukung gencatan senjata yang "abadi, selamanya dan penuh. Model gencatan senjata seperti itulah yang Ukraina usulkan setidaknya selama 30 hari," katanya.
Pada Senin (28/4), Putin mengumumkan gencatan senjata sepihak selama tiga hari pada pekan depan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merespon dengan mengatakan ingin melihat gencatan senjata permanen untuk menghentikan perang di Ukraina secara total.
"Saya memahami bahwa Vladimir Putin pagi ini menawarkan gencatan senjata sementara. Presiden (AS) telah menjelaskan bahwa ia ingin melihat gencatan senjata permanen, pertama, untuk menghentikan pembunuhan, menghentikan pertumpahan darah, dan meskipun ia tetap optimis bisa mencapai kesepakatan, ia juga bersikap realistis," kata juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt kepada para wartawan.
"Kedua pemimpin perlu duduk bersama untuk merundingkan jalan keluar dari situasi ini. Dan saya juga berpikir pertemuan Presiden (Tump-red) dengan Presiden Zelensky menunjukkan bahwa ia mencurahkan banyak upaya dan waktu dalam hal ini karena ia ingin menjadi presiden pembawa perdamaian," tambah Levitt.
Hal itu merujuk pada pertemuan Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di sela-sela pemakaman Paus Fransiskus pada akhir pekan lalu.
Pada Senin, Putin mengumumkan gencatan senjata sepihak di Ukraina, karena Moskow akan memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Pemimpin Russia itu memerintahkan penghentian semua tindakan militer di Ukraina mulai tengah malam 7-8 Mei hingga tengah malam 10-11 Mei.
Syarat Mutlak
Sementara itu, Moskow menegaskan bahwa pengakuan internasional terhadap lima wilayah Ukraina yang mereka kuasai termasuk Semenanjung Krimea, sebagai milik Russia menjadi syarat mutlak untuk mengakhiri konflik dengan Ukraina.
Kendati demikian, Russia kata Menteri Luar Negeri, Sergey Lavrov selalu siap terlibat dalam negosiasi langsung dengan pihak Ukraina.
"Kami tetap terbuka terhadap perundingan, namun keputusannya saat ini bukan pada kami. Kiev masih belum menunjukkan kesiapan bernegosiasi sejauh ini," kata Lavrov dalam wawancara bersama harian Brasil, O Globo seperti dikutip dari Antara.
Pernyataan tersebut disampaikan Lavrov setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak Russia menyetujui suatu gencatan senjata di Ukraina. Trump, pada Minggu (27/4), bahkan sempat menyatakan yakin kalau Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan mempertimbangkan melepas wilayah Krimea demi mencapai kesepakatan damai, meski tindakan tersebut sebelumnya ditolak keras Zelenskyy.
Menlu Russia juga menegaskan bahwa Moskow menghendaki supaya Ukraina tidak bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan menegaskan status netral dan non-blok sebagai syarat penyelesaian akhir konflik sesuai dengan kepentingan keamanan Russia.
Sejak invasi Russia ke Ukraina Februari 2022, Moskow telah merebut sebagian besar dari empat wilayah di Ukraina selatan, yaitu Donetsk, Kherson, Luhansk, dan Zaporizhzhia.
Moskow lantas menyatakan wilayah yang mereka kuasai tersebut, berikut Semenanjung Krimea yang dicaplok secara ilegal pada 2014, sebagai wilayah baru Russia.
Kiev mengutuk keras aneksasi tersebut dan Presiden Zelenskyy berjanji akan mengusir seluruh pasukan Russia yang ada di wilayah Ukraina. AS, Turki, Uni Eropa, dan puluhan negara lainnya juga mengakui bahwa aneksasi wilayah Krimea oleh Russia adalah tindakan ilegal.SB/E-9
Ukraina Ingin Perdamaian Abadi dan Selamanya dengan Russia
0 Comments





- Gawat! Bank Dunia Mencatat 171,91 Juta Penduduk Indonesia Miskin
- Konflik Trump versus Universitas Harvard kian Memanas
- Rupiah dan IHSG di Zona Merah, Sudah Diduga Sebelumnya
- Antisipasi Kebijakan Tarif Tinggi AS dengan Diversifikasi Pasar Ekspor
- Konklaf Dimulai Hari Ini, Siapa Pengganti Paus Fransiskus?
- AS Ingin Damai, Moskow Berterima Kasih Kepada Donald Trump
- Tiongkok Dituding Langgar Kesepakatan, Trump-Xi Diagendakan Bicara Langsung
- Bill Gates Siap Dukung Pengembangan Pertanian Indonesia
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!