Gawat! Bank Dunia Mencatat 171,91 Juta Penduduk Indonesia Miskin
JAKARTA- Bank Dunia mengumumkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2024 mencapai 60,3 persen atau 171,91 juta jiwa dari total penduduk sebanyak 285,1 juta jiwa. Padahal, pada tahun yang sama, Badan Pusat Statistik hanya mencatat 24,06 juta jiwa penduduk miskin atau 8,57 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Kenapa terjadi perbedaan yang sangat kontras anatar BPS dan Bank Dunia? "Ini terjadi lantaran metode perhitungan dan standar yang dilakukan berbeda," jelas ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, Selasa (29/4).
Menanggapi perbedaan tersebut, Achmad menyarankan agar pemerintah segera memperbarui metode penghitungan angka kemiskinan nasional agar lebih sesuai dengan standar baru yang digunakan Bank Dunia. "Tanpa pembaruan, kebijakan pengentasan kemiskinan akan terus bersandar pada asumsi yang keliru dan tidak menyentuh akar persoalan," katanya.
Menurut dia, selama ini garis kemiskinan nasional hanya dipatok sekitar Rp500.000 per bulan atau sekitar Rp16.000 per hari per kapita. "Pemerintah menganggap kebutuhan dasar rakyat bisa dipenuhi dengan jumlah yang jauh dari layak," sesal Achmad.
Pemerintah, katanya, harus berani mengakui kenyataan baru ini agar kebijakan sosial dan ekonomi yang dirancang lebih akurat. "Tidak cukup hanya mengejar pertumbuhan ekonomi makro atau sekadar memperluas program bantuan sosial. Jauh lebih penting adalah memperbesar kesempatan kerja yang layak bagi rakyat," tegasnya.
Dia mengingatkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, penciptaan lapangan kerja justru melambat, sementara jumlah angkatan kerja baru terus bertambah. "Kebijakan yang populis tapi tidak disertai penciptaan lapangan kerja riil hanya akan memperdalam ketimpangan sosial," ujarnya.
Maruf pun mendorong pemerintah untuk mempercepat reformasi struktural di sektor ekonomi, mengurangi kebergantungan pada sektor informal, serta mendorong lahirnya industri dan sektor produktif baru yang dapat menyerap tenaga kerja secara luas.
Perbarui Metode Perhitungan
Senada dengan Achmad Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan, Indonesia lebih baik introspeksi atas penilaian Bank Dunia tersebut dan melakukan pembenahan, karena pada kenyataannya kesenjangan ekonomi antara orang kaya dengan orang miskin semakin lebar membuat mereka sulit bersaing jika ingin memperbaiki nasibnya.
"Selama ini terdapat salah persepsi terkait definisi kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya terukur dari faktor ekonomi saja. Namun, terdapat lima indikator yang dapat menentukan kemiskinan seseorang. Bahkan empat dimensi yang lain justru bukan dimensi ekonomi. Hal ini menjadi banyak kesalahan dalam persepsi masyarakat dalam melihat kemiskinan," kata Bagong.
Dimensi yang harus mendapat perhatian, salah satunya ketidakberdayaan. Posisi tawar keluarga miskin yang rendah terhadap kelas sosial di atasnya, membuat keluarga miskin cenderung memiliki margin keuntungan yang tipis.
Dengan hanya mengandalkan program yang menaikkan skala usaha orang miskin, justru malah berisiko menghadapkan mereka dalam persaingan ketat, karena yang mereka hadapi adalah orang yang berada di atasnya.
Tindakan yang pas untuk memberdayakan masyarakat miskin adalah dengan tidak membuatnya bersaing dengan kompetitor yang lebih besar.
Peneliti dari Mubyarto Institute, Awan Santosa nenegaskan, kalau untuk keperluan komparasi antar negara dengan standar dan kondisi yang relatif sama maka ukuran Bank Dunia tersebut akan relevan.
Lebih tingginya tingkat kemiskinan dengan acuan standar atau garis kemiskinan yang jauh lebih tinggi selain akan lebih mendekatkan angka tersebut pasa realitas kondisi dan permasalahan yang dihadapi penduduk miskin, juga akan mendorong pemerintah lebih serius dalam menanggulangi kemiskinan.
"Mengingat jumlahnya yang relatif besar maka penanggulangan kemiskinan memerlukan pendekatan struktural, yang terkait dengan upaya membangun sistem ekonomi yang adil dan demokratis, yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat," pungkas Awan.
Mayoritas Miskin
Dalam laporan Bank Dunia bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025, yang dikutip Selasa (29/4) menyebutkan, Bank Dunia menghitung dengan acuan garis kemiskinan untuk kategori negara dengan pendapatan menengah ke atas (upper middle income country) sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari atau setara pengeluaran Rp115.080 per orang per hari dengan kurs 16.800 per dollar AS.
Meski penduduk Indonesia masih mayoritas miskin, namun Bank Dunia memperkirakan persentase penduduk miskin untuk 2024 itu turun dibanding 2023 yang sebesar 61,8 persen. Lembaga tersebut juga memproyeksi tingkat kemiskinan Indonesia pada 2025 akan semakin menurun menjadi 58,7 persen dan pada 2026 menjadi 57,2 persen, serta di 2027 menjadi 55,5 persen.
Meskipun permintaan yang kuat telah mendukung kinerja ekonomi yang stabil dan menurunkan angka kemiskinan, percepatan pertumbuhan memerlukan penerapan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko overheating.
Bank Dunia juga memberikan ukuran tingkat kemiskinan Indonesia bila mendasari acuan garis kemiskinan dalam bentuk Purchasing Power Parity (PPP) kategori international poverty rate yang sebesar 2,15 dollar AS per kapita per hari, dan lower middle income poverty rate sebesar 3,65 dollar AS per kapita per hari.
Jika mengacu pada international poverty rate sebesar 2,15 dollar AS per kapita per hari, maka persentase penduduk miskin di Indonesia pada 2024 memang hanya 1,3 persen atau hanya 3,7 juta jiwa. Sedangkan dengan ukuran garis kemiskinan untuk kategori lower middle income poverty rate sebesar 3,65 dollar AS per kapita per hari, maka jumlah penduduk miskin mencapai 44,47 juta jiwa atau 15,6 persen dari total penduduk.
Bank Dunia sendiri telah menggolongkan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas pada 2023, setelah mencapai gross national income atau GNI (pendapatan nasional bruto sebesar 4.580 dollar AS per kapita.
Dengan demikian, ukuran garis kemiskinan yang pantas digunakan untuk Indonesia mengacu pada pengeluaran 6,85 dollar AS per kapita per hari atau setara pengeluaran 115.080 per orang per hari, sehingga jumlah penduduk miskinnya setara 60,3 persen dari total penduduk.
Kalau dibanding negara tetangga, jumlah kemiskinan di Indonesia pada 2024 berada di posisi kedua setelah Laos yang tercatat 68,5 persen. Sedangkan dibanding Malaysia, RI tertinggal jauha karena angka kemiskinan Malaysia hanya 1,3 persen. Begitu pula dengan Thailand yang hanya 7,1 persen, Vietnam 18,2 persen dan Filipina 50,6 persen.
Gawat! Bank Dunia Mencatat 171,91 Juta Penduduk Indonesia Miskin
0 Comments





- Ayo…! Bersihkan BUMN dari Mafia
- Monitoring Ketat Pendanaan Rp16,6 Triliun ke Bulog
- Paus Leo XIV Siap Bantu Wujudkan Perdamaian Dunia
- Miris! Pertumbuhan Ekonomi Nasional Turun ke Level 4,87 Persen
- Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Lebih Realistis
- Trump Bergeming! Ogah Nurunin Tarif Demi Perundingan dengan Tiongkok
- Nah Ini Dia Penyebab Pertumbuhan Ekonomi Jadi Seret
- Ini Dia Biang Kerok Melemahnya Harga Saham dan Obligasi
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!