Miris! Pertumbuhan Ekonomi Nasional Turun ke Level 4,87 Persen
JAKARTA- Miris! Sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia per triwulan I-2025 hanya mencapai 4,87 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang periode serupa tahun sebelumnya yakni 5,11 persen.
"Angka pertumbuhan ini hamper sama pada saat pandemi dan merupakan yang terendah sejak triwulan III-2021 yang saat itu tercatat 3,53," ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengomentari laporan BPS tersebut, Senin (/5).
Kenyataan ini, katanya, menunjukkan bahwea pertumbuhan ekonomi Indonesia pun lebih rendah dari Vietnam yang tercatat 6,93 persen. "Tidak tepat membandingkan pertumbuhan ekonomi RI dengan negara G20 yang rata-rata memasuki aging population (menua), sementara Indonesia penduduknya berusia produktif," katanya.
Menurut dia, ada gejala resesi teknikal pada triwulan berikutnya. "Secara Q-to-Q angkanya cukup mengkhawatirkan, dimana pertumbuhan triwulan I-2025 minus 0,98 persen terendah dibandingkan periode yang sama sejak lima tahun terakhir. Sektor industri pengolahan yang tertekan menjadi sinyal berlanjutnya tekanan ekonomi. "Skenario resesi teknikal harus dihindari," kata Bhima.
Ia mengatakan konsekuensi dari sinyal resesi teknikal itu adalah industri pengolahan akan cenderung mengurangi pembelian bahan baku, melakukan efisiensi berbagai biaya produksi termasuk tenaga kerja. Makanya, pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas di triwulan I-2025 hanya 4,31 persen, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 4,64 persen.
"Indikator Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia juga berada di bawah level ekspansi atau 46,7 pada April 2025 perlu jadi perhatian pemerintah. Tekanan akibat adanya perang dagang hanya salah satu faktor pemicu industri berada di bawah kapasitas optimalnya. Tapi di dalam negeri, efek industri melemah ibarat lingkaran setan (vicious cycle), menciptakan pelemahan daya beli lebih dalam dan berujung pada menurunnya permintaan produk industri." ungkap Bhima.
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menambahkan bahwa efisiensi anggaran yang awalnya dimaksudkan untuk merapikan belanja negara kini justru mulai menunjukkan efek berantai yang kontraproduktif.
Pertumbuhan belanja pemerintah berkontraksi 1,38 persen secara tahunan, turut melemahkan kinerja ekonomi. Kondisi di lapangan juga menunjukkan bahwa pemotongan belanja publik mengurangi denyut aktivitas ekonomi di banyak sektor, terutama di daerah.
"Ketika anggaran transfer ke daerah turut ditekan, pilihan daerah untuk membiayai infrastruktur dan program sosial menjadi sangat terbatas, padahal selama ini APBD juga menjadi penopang penting penciptaan lapangan kerja dari infrastruktur desa dan perlindungan sosial," kata Askar.
Usia Produktif
Dari Surabaya, Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi Forensik Sektor Publik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan, saat ini, Indonesia sedang menikmati bonus demografi. Tapi, dengan pertumbuhan 4,87 persen, dinilai tidak cukup kuat untuk menyediakan lapangan kerja dan infrastruktur industrialisasi yang kuat bagi bonus demografi tersebut.
"Jumlah penduduk usia produktif memiliki potensi untuk berkontribusi lebih besar dalam pembangunan namun jika infrastrukturnya tidak siap bonus demografi justru akan mempercepat penurunan ekonomi," kata Dian yang juga sebagai Ketua Asosiasi Dosen Akuntansi Sektor Publik (APSAE).
Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari biaya produksi, struktur ekonomi, dan investasi.
"Biaya produksi sedang meningkat, kejar- kejaran antara peningkatan pendapatan per kapita dan biaya hidup yang tinggi. Sementara di sisi lain struktur ekonomi kita yang semakin kompleks membuat pertumbuhan tidak stabil dan tidak bisa cepat. Sedangkan investasi Pemerintah lebih difokuskan ke sektor pendidikan, kesehatan, dan keuangan," katanya.
Pada kesempatan terpisah, Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata mengatakan pertumbuhan 4,87 persen itu tidak mengejutkan. Angka tersebut jelasnya mencerminkan berlanjutnya persoalan struktural dalam perekonomian nasional yang belum terselesaikan.
"Sejumlah lembaga memang sebelumnya sudah memprediksi bahwa pertumbuhan akan berada di bawah target pemerintah. Masalah utamanya terletak pada motor penggerak ekonomi yang sedang bermasalah," kata Aloysius.
Menurutnya, daya beli masyarakat mengalami tekanan, terutama akibat melemahnya kelas menengah. Selain itu, persoalan lama terkait produktivitas tenaga kerja yang rendah juga masih belum tertangani secara memadai. Pertumbuhan di triwulan I-2025 paparnya sedikit tertolong oleh aktivitas ekonomi selama Ramadhan dan Idul Fitri.
"Tanpa faktor hari besar keagamaan dan mengingat realisasi belanja pemerintah yang biasanya masih minim di awal tahun, sangat mungkin pertumbuhan kita bisa lebih rendah dari itu," katanya.
Adapun dampak dari pelambatan itu terlihat pada masalah sosial yang marak akhir-akhir ini yaitu meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Fenomena tersebut mengkhawatirkan, karena tidak hanya di sektor manufaktur tetapi juga merambah sektor jasa seperti industri marketplace digital hingga industri media khususnya pertelevisian.
"Ini menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan kelas menengah. Ketika kelas ini tergerus, daya beli menurun dan kemiskinan bisa semakin rumit," paparnya.
Miris! Pertumbuhan Ekonomi Nasional Turun ke Level 4,87 Persen
0 Comments





- Beijing Ingin Menarik Investasi Asing di Tengah Eskalasi Ketegangan Geopolitik
- Miris! Alokasi APBN: Bayar Utang Rp350 T, Pengentasan Kemiskinan Cuma Rp75 T
- Indonesia Dorong ADB Mobilisasi Investasi Sektor Swasta
- Zelensky Siap Tandatangani Kesepakatan Terkait Cadangan Mineral Strategis
- Petani Harus Lebih Banyak Nikmati Manfaat Kenaikan Produksi Pangan Ketimbang Tengkulak
- Ini Dia 4 Paket Negosiasi Delegasi Indonesia dengan Anak Buah Trump
- Prabowo Ajak Pengusaha Tiongkok Investasi di Sektor Sains dan Teknologi
- Presiden Ukraina Zelensky Serukan Perang Segera Dihentikan
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!