Warga Tehran Terpaksa Kembali Meski Serangan Masih Berlanjut, Hidup Semakin Sulit
JAKARTA, GENVOICE.ID - Meski situasi belum stabil dan suara ledakan masih terdengar, banyak warga kembali ke Tehran karena tuntutan pekerjaan. Anahita, perempuan 30-an tahun yang tinggal di ibu kota Iran, menggambarkan suasana mencekam yang mereka hadapi sejak serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran beberapa hari lalu.
Selama tiga hari, akses internet di Iran benar-benar lumpuh total. Kondisi ini membuat warga panik karena tak bisa mengetahui kabar dari kota-kota lain-apakah sudah dibom, atau sedang dalam status evakuasi.
"Kalau pemutusan internet terus terjadi, banyak orang bisa kehilangan pekerjaan," katanya, dilansir dariThe Guardian, Selasa (24/6).
Pemerintah Iran juga melakukan penangkapan besar-besaran atas tuduhan mata-mata dan kerja sama dengan Israel. Warga khawatir, beberapa dari mereka akan dieksekusi tanpa proses hukum yang layak. Pengumuman penangkapan dan ancaman hukuman mati bahkan sudah muncul di siaran televisi nasional.
Di jalan-jalan utama dan gerbang kota, polisi mulai rutin menggelar pemeriksaan kendaraan dan menyita ponsel secara acak. "Di kota tempat saya tinggal, Kerman, ini terjadi setiap hari," ujarnya.
Di sisi lain, kekhawatiran akan dampak dari serangan ke fasilitas nuklir juga menghantui warga. Banyak yang takut jika Iran membalas, situasi akan memburuk-terutama jika lokasi seperti PLTN Bushehr menjadi target. "Kami takut akan terjadi bencana seperti Chernobyl," ungkapnya.
Meski pengeboman di Tehran belum berhenti sepenuhnya, sebagian besar warga terpaksa kembali ke kota karena alasan ekonomi. Banyak yang tak memiliki tempat tinggal di luar kota, dan jika tidak bekerja, mereka tak punya penghasilan.
"Teman-teman saya kembali karena mereka harus bekerja. Kalau tidak, mereka tidak bisa bertahan hidup," ujarnya.
Kelangkaan bensin mulai terjadi di kota-kota yang relatif aman sekalipun, seperti Kerman. Usaha-usaha mulai banyak yang tutup, termasuk toko daring, agen wisata, hingga layanan pos. Ujian universitas dan seleksi masuk perguruan tinggi juga dibatalkan. Meski begitu, kantor pemerintahan dan bank masih beroperasi.
Masalah finansial makin terasa. Banyak perusahaan swasta tidak bisa membayar gaji karyawan. "Saya sendiri belum menerima gaji bulan ini. Suami saya juga belum digaji karena pabrik tempatnya bekerja berhenti total," katanya.
Ia mengatakan, tabungannya mungkin hanya akan cukup untuk dua hingga tiga minggu ke depan jika situasi tak berubah. Hal ini juga dialami banyak keluarga lainnya, apalagi di tengah inflasi yang terus melonjak.
Pasokan makanan masih tersedia di kota-kota kecil seperti Yazd dan Rafsanjan, meski harganya makin tinggi. Sementara itu, di Tehran, kebutuhan pokok seperti roti, telur, dan buah-buahan mulai langka.
"Belum ada teman saya yang mencoba kabur dari Iran. Orang-orang masih terkejut dan percaya perang ini akan segera selesai. Mungkin itu cuma cara bertahan secara mental," kata Anahita.
Namun di tengah keyakinan itu, kehidupan terus berjalan dalam tekanan. Salah satu temannya yang tengah menjalani kemoterapi kanker payudara kini tidak lagi bisa mendapatkan obat dari Tehran karena pengiriman dihentikan.
"Setiap hari, situasinya makin buruk," ucapnya lirih.
0 Comments
- Højlund Selamatkan Poin untuk Manchester United, Menahan Bournemouth yang Bermain dengan 10 Pemain
- Apple Siapkan Perubahan Desain Terbesar untuk iOS 19, iPadOS 19, dan macOS 16
- Perusahaan AI Rekrut Ilmuwan Google DeepMind untuk Pimpin Kantor Baru di Eropa
- Serang Tim Medis di Gaza, Israel Dituding Langgar Hukum Internasional
- Hansi Flick Puji Lamine Yamal dan Pedri Setelah Barcelona Kalahkan Benfica
- Masalah Ini Jadi Hambatan Mohamed Salah Pindah ke Barcelona, ke Mana Sang Egyptian King Akan Berlabuh?
- Dave Grohl Bikin Geger: Drama di Tubuh Foo Fighters Makin Panas Usai Skandal dan Isu Pemecatan Drummer
- Setelah Pertukaran Bintang, Apakah Lakers dan Mavericks Semakin Kuat?
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!