Hamas Tolak Proposal Gencatan Senjata Israel yang Dinilai Tak Akhiri Perang di Gaza

JAKARTA, GENVOICE.ID - Hamas menolak proposal gencatan senjata terbaru dari Israel karena tidak mencantumkan penghentian total agresi militer di Jalur Gaza maupun penarikan penuh pasukan Israel. Kelompok tersebut menilai tawaran itu sebagai kesepakatan sepihak yang mengabaikan penderitaan warga sipil Palestina.

Dalam pernyataannya, kepala negosiator Hamas, Khalil al-Hayya, menyebut proposal yang diajukan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengandung "syarat mustahil" dan tidak menjamin tercapainya perdamaian. Ia menegaskan bahwa Hamas tidak akan menerima kesepakatan parsial yang justru memungkinkan perang berlanjut dengan dalih diplomasi.

Hamas Tolak Proposal Gencatan Senjata Israel yang Dinilai Tak Akhiri Perang di Gaza
- (Dok. Reuters).

Israel sebelumnya menawarkan pembebasan 10 sandera sebagai imbalan atas gencatan senjata selama 45 hari dan pembebasan sejumlah tahanan Palestina. Namun, Israel juga mencantumkan permintaan baru yang dinilai kontroversial: pelucutan senjata total Hamas. Permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Hamas yang menyatakan memiliki hak untuk mempertahankan diri atas pendudukan dan serangan militer.

Hayya mengatakan bahwa Hamas siap menandatangani "paket komprehensif" yang mencakup pembebasan semua sandera dan tahanan, asalkan Israel menghentikan agresinya sepenuhnya dan menarik seluruh pasukannya dari Jalur Gaza.

Sejak gencatan senjata terakhir gagal pada Maret, militer Israel telah menguasai sekitar 30% wilayah Gaza, termasuk sebagian Rafah. Lebih dari 1.600 warga sipil dilaporkan tewas dalam serangan lanjutan, termasuk 15 orang dalam satu malam akibat serangan udara terbaru. Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk karena blokade yang menghalangi masuknya bantuan makanan, air bersih, dan bahan bakar sejak awal Maret.

Netanyahu dan para menterinya merespons penolakan Hamas dengan retorika eskalatif. Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich menyebut saatnya "membuka gerbang neraka" bagi Gaza, sementara Menteri Pertahanan Israel Katz berjanji akan meningkatkan tekanan militer.

Upaya mediasi dari Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat belum menunjukkan kemajuan berarti. Di tengah kebuntuan diplomatik, Hamas menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang-a praktik yang secara luas dikecam komunitas internasional sebagai pelanggaran hukum humaniter.

Kekhawatiran terhadap keselamatan sandera yang tersisa juga meningkat, setelah sayap militer Hamas mengklaim kehilangan kontak dengan kelompok yang menjaga salah satu sandera, Edan Alexander, akibat serangan udara langsung.

Meskipun mendapat tekanan internasional, Hamas menyatakan bahwa prioritas utama mereka adalah mengakhiri penderitaan rakyat Palestina dan memastikan kebebasan wilayah mereka. "Kesepakatan apa pun yang tidak menjamin akhir dari perang dan penjajahan hanya akan memperpanjang penderitaan kami," ujar Hayya.

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat menyalahkan Hamas atas gagalnya kesepakatan dan menegaskan bahwa pembebasan sandera adalah syarat mutlak untuk perdamaian. Namun, kritik terhadap pendekatan sepihak Israel dan lemahnya tekanan internasional untuk menghentikan serangan militer juga terus bergema dari berbagai kelompok hak asasi manusia.

D
Daniel R
Penulis
  • Tag:
  • Gaza
  • Palestina
  • Konflik Israel-Palestina

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE