Indonesia-AS Diskusikan Penyeimbangan Neraca Pedagangan Barang

JAKARTA - Indonesia dan Amerika Serikat akan mendiskusikan langkah-langkah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan barang kedua negara. Hal ini merupakan rangkaian pembicaraan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat bertemu Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala S. Lakhdhir, menyusul kebijakan tarif impor Donald Trump.

Airlangga Hartarto saat bertemu Kamala S. Lakhdhir sebagai langkah tanggapan atas tarif resiprokal AS untuk barang-barang asal Indonesia sebesar 32 persen mulai 9 April 2025, kecuali dapat dinegosiasikan lebih lanjut.

Indonesia-AS Diskusikan Penyeimbangan Neraca Pedagangan Barang
- (Dok. istimewa).

"Indonesia akan mengedepankan jalur negosiasi dan tidak melakukan tindakan retaliasi, sejalan dengan negara ASEAN lainnya. Negosiasi kita upayakan dengan revitalisasi Indonesia-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang sudah berlaku sejak 1996," ujar Airlangga melalui keterangan tertulis, Rabu (9/4).

Ia menjelaskan pemerintah Indonesia akan menyiapkan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong impor produk Amerika Serikat (AS) ke Indonesia dan sebaliknya untuk menjaga daya saing produk ekspor Indonesia ke negara adidaya itu dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional.

Menurut Airlangga, Indonesia akan menempuh beberapa kebijakan strategis sebagai upaya negosiasi dalam merespons tarif AS. Diantaranya, deregulasi non-tariff measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sektor informasi dan komunikasi dari AS seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft. Selain itu, juga melakukan evaluasi terhadap kebijakan larangan dan pembatasan, hingga mempercepat proses sertifikasi halal.

Tarkait hal itu, Dubes Kamala menyampaikan bahwa di tengah inisiatif negosiasi dengan AS dari berbagai negara yang terdampak kebijakan tarif Presiden Trump, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta berkomitmen untuk memfasilitasi upaya komunikasi dan negosiasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Kami telah berkomunikasi dengan Secretary of Commerce dan United States Trade Representatives (USTR) terkait rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi, dan kami siap mengatur rencana pertemuan dengan pihak strategis lainnya jika dibutuhkan," ungkap Dubes Kamala.

Benahi Internal

Dosen Departemen Hubungan Internasional, Fisip Universitas Airlangga, Surabaya, Citra Hennida, mengatakan, untuk mengatasi kondisi perekonomian yang menurun pemerintah jangan lupa membenahi kondisi internal dalam negeri.

"Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs mencerminkan kinerja ekonomi yang kian memburuk,yang diperparah dampak perang dagang AS yang menekan harga komoditas ekspor seperti sawit dan batu bara, karena Tiongkok sebagai pasar utama mengurangi produksinya akibat sanksi AS," kata Citra.

Menurut dia, faktor dalam negeri sangat berpengaruh, terutama ketidakpastian pemberantasan korupsi, defisit APBN, realisasi penerimaan negara yang rendah, kebijakan efisiensi, serta isu mundurnya pejabat ekonomi menciptakan sentimen negatif di pasar modal.

"Kunci pemulihan kepercayaan pasar adalah langkah konkret- kepastian hukum, kebijakan konsisten, pemberantasan korupsi, perlindungan jurnalis, dan komunikasi politik yang lebih baik. Situasi ini mendesak, apalagi dengan jatuh tempo utang Indonesia yang semakin dekat tanpa penanganan cepat, ekonomi bisa memburuk," pungkasnya.

D
Diapari Sibatangkayu
Penulis
  • Tag:
  • neraca perdagangan
  • Perang Dagang
  • insentif fiskal

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE