Indonesia Memilih Jalur Diplomasi Hadapi Kebijakan Tarif Trump

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan menempuh langkah diplomasi sebagai solusi saling menguntungkan terkait dengan kebijakan tarif Amerika Serikat yang menghentak dunia.

"Namun demikian, pemerintah terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan para pemimpin ASEAN pada 10 April 2025 guna menyamakan sikap," kata \erlangga, Senin (7/4).

Indonesia Memilih Jalur Diplomasi Hadapi Kebijakan Tarif Trump
- (Dok. istimewa).

Menurutnya, Pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah paket yang akan dinegosiasikan dengan AS terkait kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.

"Indonesia mendorong beberapa kesepakatan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia, Singapura, Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN," kata Airlangga.

Dalam pertemuannya dengan pelaku usaha, pemerintah Indonesia menyatakan telah menyiapkan beberapa paket negosiasi. Pertama, Indonesia bakal mengajukan revitalisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA).

Kedua, Pemerintah akan memberikan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan barang-barang ekspor maupun impor AS.

Solusi ketiga yaitu meningkatkan impor dan investasi dari AS lewat pembelian migas.

Kemudian keempat, Pemerintah menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal melalui beberapa strategi seperti penurunan bea masuk, PPh impor, atau PPN impor untuk mendorong impor dari AS serta menjaga daya saing ekspor ke AS.

"Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai 18 miliar dolar AS diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas," kata Airlangga.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indonesia surplus perdagangan dengan AS sebesar 14,34 miliar dollar AS pada 2024, terbesar dari mesin dan perlengkapan elektrik senilai 4,18 miliar dollar AS. AS sendiri memang mencatat defisit perdagangan dengan Indonesia sebesar 17,9 miliar dollar AS pada 2024.

Airlangga menambahkan bahwa diplomat Indonesia telah menjalin komunikasi dengan U.S Trade Representative (USTR). Saat ini USTR tengah menunggu proposal konkret dari Indonesia.

Sulit Tanpa Dubes

Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Airlangga, Surabaya, Radityo Dharmaputra mengkritisi Pemerintah yang bakal sulit bernegosiasi dengan AS harus menghadapi Presiden Trump yang punya cara berpikir sendiri, apalagi tanpa Duta Besar RI di AS.

"Agak sulit, kita mungkin bisa cari deal soal critical minerals dengan AS. Yang jelas, pemerintah kita terlambat. Sejak awal sebelum dilantik, Trump sudah memberi sinyal arah kebijakannya. Tapi sampai detik ini, kita belum punya Duta Besar di AS yang sudah cukup lama lowong," katanya.

Sejak awal kata Radityo, Indonesia harus punya plan B soal partner potensial selain AS dan Tiongkok. "Kita malah sibuk dan terjebak dalam dilema AS-Tiongkok (BRICS), tapi melupakan potensi partner alternatif," pungkasnya.

D
Diapari Sibatangkayu
Penulis
  • Tag:
  • Perang Dagang
  • tarif
  • Donald Trump

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE