Delhi Harus Fokus Kurangi Emisi Kendaraan untuk Atasi Polusi Udara yang Meningkat
JAKARTA, GENVOICE.ID - Para peneliti menilai bahwa Delhi sebaiknya lebih fokus menangani emisi dari kendaraan yang berlalu lalang di jalan-jalannya sendiri daripada menyalahkan pembakaran sisa tanaman di negara bagian tetangga seperti Punjab dan Haryana, mengingat kasus polusi udara yang makin meningkat.
Dilansir dari Scidiv.net, ada 2019, tercatat sekitar 1,67 juta kematian di India yang berhubungan dengan polusi udara. Kondisi ini meningkatkan risiko berbagai penyakit serius, seperti kanker paru-paru, pneumonia, dan penyakit jantung.
Setiap musim dingin, Delhi diselimuti kabut asap tebal akibat berbagai sumber polusi, menjadikannya salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Polusi ini berasal dari jutaan kendaraan, asap industri, debu konstruksi yang tak terkendali, serta pembakaran sisa tanaman di Punjab dan Haryana.
Namun, penelitian terbaru menemukan bahwa pembakaran sisa tanaman sebenarnya menyumbang lebih sedikit dari yang diperkirakan. Dengan menganalisis data sensor di 30 lokasi berbeda di Delhi, Punjab, dan Haryana serta mempertimbangkan faktor meteorologi, para peneliti menyimpulkan bahwa pembakaran sisa tanaman hanya menyumbang sekitar 14% dari polutan di Delhi. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yang mencapai 40%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian polusi udara di Delhi selama ini mungkin terlalu bergantung pada upaya mengurangi pembakaran sisa tanaman. Padahal, sejak 2015-2016 hingga 2022-2023, insiden kebakaran sisa tanaman di Punjab dan Haryana telah turun masing-masing 49% dan 72%, tetapi kualitas udara di Delhi tetap buruk.
Poonam Mangaraj, peneliti pascadoktoral dari Research Institute for Humanity and Nature di Kyoto, Jepang, menegaskan bahwa Delhi harus mulai mengambil langkah nyata untuk mengatasi polusi di dalam kota sendiri.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa tingkat polusi yang terus-menerus tinggi di Delhi tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pembakaran sisa tanaman di negara bagian tetangga," kata Mangaraj.
Ia mengakui bahwa pada hari-hari tertentu, angin yang bertiup dari Punjab dapat membawa polutan dalam jumlah besar dan memperburuk situasi di Delhi. Namun, memahami bahwa pembakaran sisa tanaman bukan faktor utama bisa mengarahkan kebijakan ke arah yang lebih efektif.
Suresh Ramasubramanya Iyer, spesialis kualitas udara di The Energy and Resources Institute (TERI), New Delhi, juga sependapat.
"Wawasan baru ini membantu merancang kebijakan udara bersih yang lebih efektif dengan intervensi berbasis bukti," katanya.
Menurutnya, sumber utama polusi di Delhi adalah emisi kendaraan, debu dari konstruksi, dan aktivitas industri. Data dari studi TERI pada 2019 menunjukkan bahwa sekitar 28% polutan udara di Delhi berasal dari emisi kendaraan.
Meskipun Delhi telah memiliki lebih dari 350 km jalur metro dan lebih dari 7.000 bus berbahan bakar gas alam (CNG), pertumbuhan jumlah kendaraan masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan Delhi Economic Survey 2022-23, jumlah kendaraan di kota ini mencapai hampir 8 juta unit pada 2021-22, termasuk lebih dari 5 juta sepeda motor dan 2 juta mobil pribadi.
"Jumlah kendaraan yang sangat besar, bahkan dengan teknologi yang lebih bersih, tetap menghasilkan emisi kumulatif yang signifikan," kata Iyer.
Sepeda motor, yang jumlahnya mendominasi, juga menghasilkan lebih banyak polutan per unit bahan bakar dibandingkan bus atau mobil.
Untuk mengatasi polusi dari kendaraan, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif.
"Jaringan metro dan bus CNG memang bagus, tetapi belum sepenuhnya mencakup kebutuhan populasi yang terus bertambah, membuat banyak area masih kurang terlayani oleh transportasi publik," kata Iyer.
Menurutnya, solusi yang perlu dilakukan meliputi, memperluas dan meningkatkan jaringan transportasi publik, termasuk metro dan bus, mendorong penggunaan transportasi non-motor seperti sepeda, memperbaiki konektivitas antara moda transportasi agar lebih efektif.
Mangraj menambahkan bahwa mengendalikan polusi udara memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin.
"Kota-kota seperti London, Los Angeles, dan Tokyo telah berhasil mengatasi polusi udara dengan kebijakan yang drastis. Delhi juga harus mengikuti langkah serupa," tuturnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Departemen Transportasi India belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari SciDev.Net.
0 Comments





- Marcus Rashford Kembali ke Skuad Timnas Inggris di Era Thomas Tuchel
- Opus Major Raup Pendanaan 10 Juta Dolar AS untuk Mewujudkan "Musical Adventures" dalam Dunia Gaming
- Brazil Dipermalukan Argentina 4-1, Marquinhos Minta Maaf ke Fans
- Spotify Siapkan 5 Miliar Dolar AS untuk Dibayar kepada Musisi Independen
- Gemerlap Kota London Sambut Ramadan, Piccadilly Circus Bersinar dengan Cahaya Keberkahan
- MotoGP Perpanjang Kontrak dengan GP Valencia hingga 2031
- Oscar Piastri Rebut Pole Position di GP China, Russell Sisip McLaren
- Kendrick Lamar Sindir Drake di Super Bowl 2025 dengan Lagu Diss Track Miliknya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!