Penyanyi Carnie Wilson Angkat Bicara Soal Kesehatan Mental: 'Musik Bisa Menyembuhkan, Tapi Kita Juga Harus Terhubung'

JAKARTA, GENVOICE.ID - Carnie Wilson, penyanyi sekaligus anggota dari trio pop legendaris Wilson Phillips, kini tengah menggunakan suaranya untuk sesuatu yang lebih besar dari musik. Setelah lagu hit mereka "Hold On" kembali dikenal lewat film Bridesmaids (2011), Wilson kini memaknai lirik lagu tersebut sebagai bentuk dukungan bagi mereka yang menghadapi tantangan kesehatan mental.

"Orang-orang tidak perlu lagi menunggu untuk bicara tentang kesehatan mental mereka," ujarnya.

Penyanyi Carnie Wilson Angkat Bicara Soal Kesehatan Mental: 'Musik Bisa Menyembuhkan, Tapi Kita Juga Harus Terhubung'
- (Dok. iStock).

Dilansir dari Healthline, sejak kecil, Wilson sudah berjuang dengan masalah kesehatan mental, termasuk depresi yang dipicu oleh pengalaman perundungan karena berat badannya. "Saya selalu pulang ke rumah dengan sedih karena diejek. Itu sangat memengaruhi saya," katanya.

Sebagai anak dari Brian Wilson (The Beach Boys) dan Marilyn Rovell, Wilson tumbuh di tengah gaya hidup rock and roll yang, menurutnya, membuat dirinya sering merasa cemas. Di masa mudanya, ia sempat mencari pelarian lewat alkohol dan narkoba-kebiasaan yang justru memperburuk depresinya. Namun, kini ia telah 20 tahun hidup dalam keadaan sadar (sober), dan menjadikan kesehatan mental sebagai prioritas utama dalam hidupnya.

Wilson kini menjalin kerja sama dengan Neurocrine Biosciences dalam kampanye Connecting with Carnie, sebuah inisiatif untuk mengedukasi publik tentang tardive dyskinesia (TD)-gangguan gerak tak sadar yang bisa muncul akibat penggunaan jangka panjang obat-obatan untuk gangguan mental seperti bipolar, depresi berat, dan skizofrenia.

Meskipun Wilson tidak mengalami TD, ia mengaku bisa merasakan stigma yang menyertainya. Ia pernah mengalami Bell's palsy, kondisi yang menyebabkan kelumpuhan sementara pada wajah. "Saya tahu bagaimana rasanya memiliki sesuatu yang tak biasa pada wajah, dan itu membuat saya semakin berempati pada penderita TD," katanya.

Menurut Dr. Greg Mattingly, CEO Midwest Research Group dan co-chair Psych Congress, gejala TD meliputi gerakan tubuh tak sadar dan berulang, yang bisa cepat dan tersentak atau lambat dan meliuk. "Bahkan gejala ringan pun bisa berdampak signifikan secara fisik, sosial, dan emosional," jelasnya.

Survei yang dilakukan The Harris Poll menunjukkan bahwa 56% penderita TD membatalkan rencana sosial atau menghindari tempat umum karena gejala mereka. Sementara 86% merasa dinilai atau dipandang aneh oleh orang lain.

Lewat kampanye ini, Wilson mewawancarai para penderita TD, pendamping mereka, serta tenaga kesehatan, untuk membuka ruang diskusi dan menyebarkan harapan. "Saya hanya ingin terhubung dengan orang lain. Saya merasa, ketika saya jujur mengatakan bahwa saya pernah merasa takut, cemas, atau butuh bantuan, itu membantu orang lain juga terbuka," ucap Wilson.

Ia mengakui bahwa perjalanan menuju pemulihan tidak selalu mulus. "Ada hari-hari ketika saya merasa takut dan ingin menghindar, tapi juga ada hari ketika saya merasa penuh harapan. Itu naik turun, dan itu normal," katanya.

Wilson percaya, orang-orang yang menghadapi gangguan mental adalah individu yang sensitif dan penuh empati. "Saya tahu itu karena saya tumbuh bersama keluarga yang juga menghadapi masalah mental. Yang saya ingin tunjukkan adalah bahwa ada harapan, ada pemulihan, dan ada solusi."

Di akhir wawancaranya, Wilson menekankan pentingnya dukungan sosial dan koneksi antarmanusia. "Kita harus jadi advokat bagi diri kita sendiri dan juga satu sama lain. Hanya dengan cara itulah dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik," pungkasnya.

M
M Ihsan
Penulis
  • Tag:
  • Kesehatan Mental

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE