Awas! AI Bisa Ciptakan Kebohongan Nyata, Pakar Sebut Harus Buat Regulasi Ketat!
JAKARTA, GENVOICE.ID - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang sangat pesat menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan akademisi.
Dilansir dari Antara, pengamat komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dr. Edi Santoso, menyuarakan urgensi hadirnya regulasi tegas dalam penggunaan teknologi akal imitasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
"AI ini berkembang luar biasa cepat. Sayangnya, regulasinya tertinggal jauh. Kita sangat perlu aturan yang jelas," kata Dr. Edi.
Ia menyoroti maraknya penyalahgunaan AI dalam menciptakan konten palsu yang makin sulit dibedakan dari kenyataan. "Sekarang bukan cuma hoaks judul berita atau tangkapan layar. Audio dan video pun bisa direkayasa sedemikian rupa pakai AI. Ini bahaya, apalagi untuk masyarakat dengan literasi media yang rendah," jelasnya.
Menurutnya, risiko tersebut tidak hanya menyangkut penyebaran informasi palsu, tetapi juga berdampak pada hak cipta dan karya seni yang kini mudah digandakan oleh teknologi tanpa izin.
"Bayangkan, karya seni bisa direplikasi dalam hitungan detik. Padahal itu hasil kreativitas manusia yang seharusnya dilindungi hukum," tegas Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Unsoed itu.
Lebih lanjut, Dr. Edi juga menyoroti peran besar media sosial dalam menyebarkan informasi dan membentuk opini publik. Berdasarkan data, sekitar 70 persen pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, menjadikannya media utama dalam komunikasi modern.
"Media sosial dulu dipuji sebagai ruang demokratis karena semua orang bisa jadi produsen informasi. Tapi sekarang, interaksi kita dibatasi oleh algoritma. Akibatnya, muncul filter bubble dan echo chamber, di mana orang hanya mendengar hal-hal yang sesuai dengan pikirannya saja," ujarnya.
Fenomena ini, tambahnya, membuat banyak orang merasa pendapat pribadinya adalah kebenaran mayoritas, meskipun sebenarnya hanya terjebak dalam lingkaran sempit algoritma.
Dr. Edi juga menekankan perlunya literasi digital yang masif untuk menangkal dampak buruk media sosial seperti hoaks dan ujaran kebencian. Meski begitu, ia tetap mengakui sisi positif media sosial, terutama dalam hal akses informasi.
"Dulu informasi hanya dimiliki segelintir orang. Sekarang, semua bisa akses. Itu kemajuan luar biasa. Tapi kemajuan itu harus diimbangi dengan kesadaran dan perlindungan hukum yang kuat," pungkasnya.
0 Comments





- Mengenal 10 Tradisi Unik dari Jawa Timur yang Sarat Makna dan Budaya
- Korban Bertambah! Bencana Alam di India Tewaskan 30 Nyawa
- Tim SAR Gabungan Percepat Pencarian Korban Longsor Trenggalek dengan Anjing Pelacak dan Saksi Kunci
- Viral di Sosial Media Eks Marinir TNI AL Ikut Perang di Ukraina, Begini Respon TNI
- BMKG Imbau Warga Kalimantan Timur Waspadai Pasang Laut Setinggi 2,8 Meter
- Hansi Flick Beri Komentar Tentang Barcelona di Liga Champions Usai Keputusan Wasit yang Kontroversial
- Perebutan Tiket Eropa Makin Memanas! Chelsea Pegang Kendali, Aston Villa Naik ke Lima Besar
- Waspada! NASA Beberkan Negara yang Bakal Kena Dampak Hantaman Asteroid, Ada Indonesia?
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!