Tanah Longsor Renggut Hingga Ribuan Nyawa! Ini Seruan Mendesak dari BNPB

JAKARTA, GENVOICE.ID - Di balik gemuruh hujan dan lereng perbukitan yang rapuh, tanah longsor diam-diam menjadi bencana paling mematikan di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hampir 1.500 nyawa melayang akibat longsor sejak 2020 hingga 2024, lebih dari bencana lain mana pun.

"Longsor terjadi hampir setiap hari kerja dan selalu menimbulkan korban jiwa," tegas Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.

Tanah Longsor Renggut Hingga Ribuan Nyawa! Ini Seruan Mendesak dari BNPB
- (Dok. Istimewa).

Puncak tragedi terjadi pada 2021 dan 2024, dengan masing-masing 178 dan 235 korban jiwa dari ribuan kejadian. Bahkan, tahun ini disebut sebagai salah satu yang terburuk, seiring meningkatnya curah hujan ekstrem dan aktivitas manusia yang tidak terkendali di kawasan rawan.

Provinsi Jawa Barat mencatat rekor tertinggi dengan 1.515 kejadian longsor, diikuti oleh Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan. Di level kabupaten/kota, Kabupaten Bogor menempati posisi pertama dengan 401 kejadian, disusul Sukabumi, Kota Bogor, Ciamis, dan Sumedang.

"Kasus longsor tambang di Gunung Kuda, Cirebon, menjadi pengingat tragis, dengan puluhan pekerja tewas dalam timbunan galian C. Dan itu hanya satu dari sekian banyak kejadian di lokasi tambang," kata Abdul.

Longsor serupa sebelumnya juga terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan (2020), menewaskan 11 orang, dan Bone Bolango, Gorontalo (2024), yang menewaskan 27 orang dan membuat 15 lainnya hilang.

BNPB mengingatkan bahwa longsor tidak semata bencana alam, tetapi juga hasil dari minimnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan dan aktivitas ekstraktif, seperti pertambangan terbuka.

Menghadapi ancaman ini, BNPB mendorong penguatan sistem peringatan dini berbasis teknologi digital dan komunitas lokal. Mereka bekerja sama dengan kementerian dan lembaga untuk menyusun sistem berbasis data spasial serta memperluas jaringan Desa Tangguh Bencana (Destana) yang kini telah mencapai lebih dari 5.000 desa di seluruh Indonesia.

Selain itu, BNPB terus menggalakkan edukasi dan pelatihan evakuasi bencana bersama relawan dan pemerintah daerah. Tujuannya jelas: membangun kesiapsiagaan di tengah masyarakat, bukan sekadar respons setelah bencana datang.

"Kesiapsiagaan masyarakat adalah kunci. Warga di daerah rawan harus hidup berdampingan dengan risiko secara sadar, dengan pengetahuan dan alat bantu yang memadai," tegas Abdul.

Dengan frekuensi dan dampak bencana yang terus meningkat, BNPB menyerukan agar semua sektor - pemerintah daerah, masyarakat, pelaku industri, bergerak bersama. Tak hanya memasang sensor, tapi juga memperketat izin alih fungsi lahan dan memastikan setiap pembangunan mengacu pada peta risiko geologi.

"Tanah longsor adalah pembunuh diam-diam. Bila kita tidak memperbaiki cara pandang dan cara bertindak, maka korban berikutnya tinggal menunggu waktu," pungkas Abdul.

M
M Ihsan
Penulis
  • Tag:
  • Longsor
  • Bencana Alam

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE