Rupiah Melemah! Analis Sebut Ekonomi Domestik 'Kurang Darah', Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?

JAKARTA, GENVOICE.ID - Nilai tukar rupiah kembali melemah pada Rabu (23/4), ditutup di posisi Rp16.872 per dolar AS.

Dilansir dari Antara, Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menilai pelemahan ini bukan hanya karena tekanan eksternal, melainkan juga karena masalah struktural dalam negeri.

"Rupiah masih terus mengalami pelemahan sampai hari ini karena likuiditas perekonomian domestik sangat ketat atau 'kurang darah'," ujar Rully.

Menurutnya, dalam sistem perekonomian, bank berperan seperti jantung yang memompa darah berupa kredit. "Saat ini jantungnya lemah. Kredit tidak mengalir deras. Itu sebabnya ekonomi terasa stagnan," jelasnya.

Rully menekankan perlunya kebijakan yang mampu memulihkan likuiditas dan menggairahkan roda ekonomi.

Sementara itu, Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April yang berlangsung 22-23 April 2025 memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 5,75 persen. Begitu pula suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing tetap di angka 5 persen dan 6,5 persen.

"Langkah BI mempertahankan suku bunga sudah tepat, tapi sayangnya belum mampu memberikan dorongan positif terhadap nilai tukar rupiah," tambah Rully.

Dari sisi pasar keuangan, kondisi mulai menunjukkan perbaikan. IHSG menguat 1,2 persen pada sesi pertama perdagangan hari ini, sementara yield obligasi pemerintah RI tenor 10 tahun turun ke level 6,951 persen-tanda bahwa tekanan jual investor asing mulai mereda.

Namun, tekanan dari luar negeri belum mereda sepenuhnya. Indeks dolar AS kembali naik 1 persen ke level 100, mempertegas dominasi greenback di pasar global dan menambah tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Bank Indonesia mencatat kurs JISDOR pada Rabu sore melemah ke level Rp16.880 per dolar AS, dari Rp16.862 pada hari sebelumnya.