Kumpul Kebo Makin Merajalela di Indonesia, Ternyata Wilayah Ini Paling Banyak Kasusnya!
JAKARTA, GENVOICE.ID - Gen, kamu pernah dengar istilah kumpul kebo? Yap, itu lho, situasi saat dua orang tinggal bareng layaknya pasangan suami-istri, tapi tanpa ikatan pernikahan. Dulu sih hal ini dianggap aib, tapi sekarang? Fenomenanya justru makin banyak terjadi di Indonesia.
Dan yang lebih bikin kaget, sebuah studi terbaru justru menunjukkan bahwa praktik ini paling banyak ditemukan di salah satu wilayah Indonesia yang mungkin nggak kamu sangka. Kira-kira di mana, ya?
Data Terbaru: Kawasan Timur Indonesia Paling Banyak Kumpul Kebo
Sebuah riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap fakta mengejutkan, Gen. Peneliti Yulinda Nurul Aini mencatat bahwa wilayah Indonesia Timur, khususnya Manado, Sulawesi Utara, jadi daerah dengan angka kohabitasi atau kumpul kebo tertinggi.
Menggunakan data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik BKKBN, ditemukan bahwa sekitar 0,6% warga Manado tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan. Mungkin terdengar kecil, tapi untuk skala kota, angka ini terbilang tinggi-apalagi fenomenanya terus bertambah dari waktu ke waktu.
Kenapa Kumpul Kebo Justru Jadi Pilihan? Ini Tiga Alasan Utamanya
Menurut Yulinda, ada tiga alasan utama kenapa anak muda di kawasan ini memilih kumpul kebo dibanding menikah:
-
Masalah Ekonomi - Biaya hidup dan pernikahan yang mahal bikin banyak orang mikir dua kali untuk sah secara hukum.
-
Perceraian Rumit - Kalau nanti pengen pisah, prosesnya ribet banget. Jadi mending nggak usah nikah dari awal.
-
Lingkungan Sosial Mendukung - Di beberapa komunitas non-Muslim di Indonesia Timur, praktik kumpul kebo lebih diterima, bahkan dianggap hal biasa.
Siapa Saja Pelaku Kumpul Kebo? Ini Profilnya
Masih menurut riset tersebut, pelaku kohabitasi mayoritas adalah pasangan muda. Berikut data lengkapnya:
-
1,9% sedang hamil saat data dikumpulkan
-
24,3% berusia di bawah 30 tahun
-
83,7% hanya lulusan SMA atau lebih rendah
-
11,6% tidak bekerja, dan 53,5% kerja informal
Dengan kata lain, banyak dari mereka masih belum stabil secara ekonomi maupun pendidikan.
Dampaknya Enggak Main-Main, Gen
Meskipun terlihat lebih simpel, kumpul kebo punya dampak serius, terutama buat perempuan dan anak yang lahir dari hubungan tersebut.
"Ketika pasangan kohabitasi berpisah, tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset dan finansial, alimentasi, hak waris, penentuan hak asuh anak, dan masalah-masalah lainnya," jelas Yulinda.
Selain itu, anak-anak dari hubungan ini rentan mengalami gangguan kesehatan, masalah identitas, hingga stigma sosial yang bisa menyakiti mereka secara emosional.
Konflik hingga KDRT Juga Rentan Terjadi
Riset juga mencatat bahwa hubungan kumpul kebo sering kali tidak stabil. Berikut datanya:
-
69,1% pasangan mengalami konflik (ribut, adu mulut, atau tegur sapa)
-
0,62% pisah ranjang atau pisah rumah
-
0,26% alami KDRT
Ketiadaan komitmen hukum membuat relasi seperti ini gampang retak dan rawan kekerasan.
Jadi, Apa Kita Harus Peduli?
Fenomena ini bukan cuma soal tren atau gaya hidup, Gen. Kumpul kebo mencerminkan perubahan besar dalam cara anak muda memandang relasi, pernikahan, dan masa depan. Tapi di balik itu, ada banyak konsekuensi yang sering kali nggak kelihatan dari luar.
Entah kamu pro atau kontra, penting buat tahu bahwa pilihan semacam ini membawa risiko. Bukan cuma buat pasangan, tapi juga buat anak yang akan lahir dan tumbuh dari relasi tersebut.
Kumpul kebo memang makin umum, terutama di wilayah Indonesia Timur. Tapi bukan berarti semuanya oke-oke aja. Gen, sebelum ambil keputusan soal hubungan, penting buat mikir panjang. Karena relasi yang kelihatan bebas dan fleksibel, bisa jadi menyimpan banyak tantangan yang berat di belakang layar.
Kalau kamu sendiri, tim nikah resmi atau tim tinggal bareng dulu?
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!