Kebakaran Hutan Ofunato Meluas akibat Kekeringan dan Angin Kencang

JAKARTA, GENVOICE.ID - Kebakaran hutan terus melanda Kota Ofunato, Prefektur Iwate, di timur laut Jepang, dengan upaya pemadaman yang masih berlangsung hingga 28 Februari. Kebakaran terbaru ini dikonfirmasi pada 26 Februari, hanya sehari setelah api dari kebakaran sebelumnya yang terjadi sejak 19 Februari berhasil dikendalikan. Pada hari yang sama, kebakaran juga terjadi di Rikuzentakata, kota tetangga Ofunato.

Faktor utama yang memperburuk kebakaran ini adalah kombinasi angin kencang dan kondisi kering yang khas di pesisir Sanriku. Kondisi tersebut menyebabkan api cepat menjalar ke puncak pohon, menciptakan fenomena crown fire, yaitu jenis kebakaran yang menyebar melalui tajuk pepohonan dan berpotensi menyebabkan bencana besar. Menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, kebakaran di Ofunato sejak 26 Februari telah menghanguskan sekitar 600 hektare lahan hingga 27 Februari. Selain itu, setidaknya 84 rumah dan bangunan dilaporkan mengalami kerusakan akibat kebakaran ini.

Kebakaran Hutan Ofunato Meluas akibat Kekeringan dan Angin Kencang
- (Dok. Japan Forward).

Badan Kehutanan Jepang mencatat bahwa rata-rata luas lahan yang terbakar akibat kebakaran hutan di seluruh negeri antara 2018 dan 2022 adalah sekitar 657 hektare per tahun. Dengan demikian, kebakaran yang terjadi di Ofunato dalam satu hari hampir setara dengan rata-rata kebakaran hutan tahunan di Jepang.

Yoshiya Toge, profesor di Institut Riset Pencegahan Bencana Universitas Kyoto, mengaitkan kondisi ini dengan rendahnya curah hujan sejak Desember 2024. Ia juga membandingkan kebakaran ini dengan peristiwa serupa yang terjadi di Kota Kamaishi, Prefektur Iwate, pada 2017, yang menghanguskan sekitar 400 hektare hutan. Berdasarkan data, kecepatan angin maksimum saat kebakaran di Kamaishi mencapai 25,9 meter per detik, sedangkan di Ofunato mencapai 18,1 meter per detik. Toge menjelaskan bahwa kebakaran ini kemungkinan bermula dari api yang membakar dedaunan kering di lantai hutan (surface fire), sebelum menjalar ke puncak pepohonan dan menjadi crown fire.

Kebakaran hutan di wilayah Sanriku dan sekitarnya dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak hanya terjadi di daerah tersebut, tetapi juga meluas ke seluruh kawasan Tohoku. Sebagian besar kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia, sehingga kewaspadaan dalam menangani api sangat diperlukan.

Proses pemulihan pasca-kebakaran diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun. Kasus kebakaran hutan di Kamaishi pada 2017 menunjukkan bahwa pemulihan, termasuk reboisasi, membutuhkan sekitar lima tahun. Selain itu, pohon yang ditanam kembali memerlukan waktu 40 hingga 50 tahun sebelum siap ditebang. Langkah-langkah pemulihan juga mencakup upaya mencegah erosi tanah dan masuknya sisa-sisa pohon terbakar ke laut, yang berpotensi mempengaruhi ekosistem laut di wilayah tersebut.

D
Daniel R
Penulis
  • Tag:
  • Bencana Alam
  • Jepang

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE