Film Jodoh 3 Bujang: Kisah Cinta, Tekanan Tradesi, Hingga Komedi Pahit-Manis di Tanah Bugis

JAKARTA - Apa jadinya jika tiga saudara laki-laki diminta menikah di hari yang sama demi menghemat biaya, tapi satu di antaranya malah kehilangan calon pasangannya beberapa minggu sebelum hari H? Dari kisah nyata yang viral, cerita ini kini hadir di layar lebar lewat film "Jodoh 3 Bujang", garapan Starvision dan Rhaya Flicks, yang tayang serentak di bioskop mulai 26 Juni 2025.

Disutradarai oleh Arfan Sabran, film ini mengangkat kisah nyata tiga bujang bersaudara asal Makassar yang diminta orangtua mereka menikah secara "nikah kembar" demi tradisi. Namun saat salah satu dari mereka, Fadly (diperankan Jourdy Pranata), kehilangan calon istri karena "ditikung" oleh pria yang lebih mapan secara finansial, rencana yang telah disusun rapi pun mulai berantakan.

Film Jodoh 3 Bujang: Kisah Cinta, Tekanan Tradesi, Hingga Komedi Pahit-Manis di Tanah Bugis
- (Dok. Genvoice/Aldi).

Fadly pun mulai panik. Dalam waktu singkat, ia harus mencari pengganti calon mempelainya. Dari mencoba aplikasi kencan, perjodohan yang canggung, sampai berhadapan dengan pandangan sinis orang sekitar, Fadly harus menghadapi kenyataan bahwa mencari jodoh bukan soal cinta saja, tapi juga soal adat, status sosial, dan restu orangtua.

"Makassar adalah kota yang dinamis. Industri musik hingga film, semuanya hidup. Namun, di tengah perkembangan dinamis kota Makassar, juga masih ada tradisi yang dianut dan dijalankan. Di film ini, saya ingin memperlihatkan bagaimana pergeseran tradisi tersebut serta dampaknya, baik terhadap generasi yang lebih tua maupun generasi muda sekarang," kata Arfan Sabran.

Berlatar budaya Bugis-Makassar, film ini mengangkat isu-isu aktual generasi muda Indonesia, seperti tekanan menikah cepat, standar uang panai (mahar dalam budaya Bugis), dan stigma tentang siapa yang layak menjadi pasangan.

Karakter Nisa (diperankan oleh Maizura) adalah contoh perempuan Bugis yang menghadapi realitas pahit. Tiga tahun berpacaran dengan Fadly harus kandas ketika orangtuanya menerima lamaran pria lain yang membawa uang panai lima ratus juta, sementara Fadly hanya sanggup lima puluh juta.

"Nisa sebenarnya bukan karakter antagonis. Ia juga menjadi korban pasif dari sistem yang begitu menekan. Karakternya kompleks, dia dituntut untuk terlihat biasa-biasa saja tapi di dalamnya menyimpan luka dan konflik batin. Dan karakter Nisa ini nyata sekali, seperti banyak perempuan di dunia nyata yang tidak bisa memilih jodoh pilihannya sendiri," imbuh Maizura.

Di sisi lain ada Rifa (diperankan oleh Aisha Nurra Datau), teman masa kecil Fadly yang kembali setelah lama di Yogyakarta. Berbeda dengan Nisa, Rifa justru takut jika statusnya sebagai perempuan tunggal, lulusan S2, dan pernah umrah akan membuat uang panainya terlalu tinggi.

"Selain dari bahasa dan budaya yang harus dipelajari, karakter Rifa itu sebenarnya sangat berbeda denganku. Jadi aku harus menyelami lebih dalam dan banyak berdiskusi dengan sutradara. Menurut aku film Jodoh 3 Bujang ini selain bawa tradisi tapi ini adalah sebuah film yang mengartikulasikan a fresh pack of idea of womans thinking yang ada di daerah. Baik Rifa maupun Nisa, keduanya menghadapi konflik batin mereka," kata Nurra.

Selain Jourdy, film ini juga menampilkan Christoffer Nelwan dan Rey Bong sebagai dua saudara Fadly yang telah siap menikah. Namun semua tergantung pada Fadly, sang kakak sulung, apakah ia berhasil menemukan pengganti atau tidak.

"Di film ini, akan diperlihatkan bagaimana seorang laki-laki mengalami perubahan yang sangat berarti pada usia tertentu. Secara pribadi, aku sangat tertantang dengan premis film ini, bagaimana tiga saudara mau menikah bersamaan tapi satu saudaranya tiba-tiba jodohnya ditikung. Aku belum pernah lamaran ataupun menikah, jadi itu tantangan juga. Mungkin Jourdy dan Fadly punya kemiripan, sama-sama dalam fase mencari jodoh. Dan film ini jadi lebih menarik bagiku, karena belajar budaya seperti adanya uang panai yang seakan menjadi standar tertentu, yang menurutku jauh dari logikaku. Jadi aku banyak diskusi untuk memahami kultur Bugis-Makassar di film ini," tutur Jourdy.

Produser Chand Parwez Servia menyebut film ini sebagai upaya untuk memperkaya sinema Indonesia dengan kisah dari luar Jakarta, yang tetap dekat dengan problematika universal anak muda: soal jodoh, keluarga, dan identitas.

"Setelah berhasil membuat penonton Indonesia memiliki kedekatan dengan Komang, yang berlatar budaya Buton dan Bali, kali ini lewat Jodoh 3 Bujang kami ingin menyoroti kisah komedi romantis dengan irisan isu cinta beda status sosial dengan latar budaya Bugis-Makassar. Semoga penonton bisa mengambil pelajaran berharga dari yang dialami oleh para karakter di film ini," ujarnya.

Sementara produser Futih Aljihadi menambahkan, "Film ini menampilkan cerita lokal yang punya napas nasional. Bukan hanya tentang Makassar, tapi tentang kita semua yang pernah berada di persimpangan antara cinta dan tradisi."

Dibintangi oleh deretan aktor dan aktris seperti Maizura, Aisha Nurra Datau, Cut Mini, Arswendy Bening Swara, hingga Nugie, film ini juga menawarkan pendekatan komedi romantis yang tidak sekadar menghibur, tapi menggigit.

R
Rivaldi Dani Rahmadi
Penulis
  • Tag:
  • Jodoh 3 Bujang
  • Makassar

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE