Harvard Gugat Pemerintahan Trump Atas Pembekuan Dana, Tuduh Intervensi Akademis Ilegal
JAKARTA, GENVOICE.ID - Universitas Harvard secara resmi menggugat pemerintahan Presiden Donald Trump pada Senin (21/4), menyusul keputusan pemerintah untuk membekukan dana hibah dan kontrak federal senilai lebih dari 2,2 miliar dolar AS.
Dilansir dari New York Times, gugatan federal yang diajukan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Massachusetts ini menyebutkan bahwa tindakan pemerintah melanggar hukum dan melampaui batas kewenangannya.
Dalam dokumen gugatan, Harvard menuduh pemerintah menggunakan penahanan dana sebagai alat untuk menekan dan mengendalikan kebijakan internal kampus, termasuk dalam pengambilan keputusan akademis. Presiden Harvard, Alan M. Garber, dalam surat kepada komunitas kampus menyatakan bahwa "pemerintah federal telah bertindak di luar batas hukum menyusul penolakan universitas untuk mematuhi permintaan yang dinilai ilegal."
Langkah hukum ini menandai eskalasi terbaru dalam ketegangan yang terus meningkat antara sektor pendidikan tinggi dan Presiden Trump, yang sejak awal masa jabatannya bertekad untuk "merebut kembali" institusi pendidikan elite yang dinilainya terlalu liberal dan tidak netral secara politik.
Konflik ini tak lepas dari upaya pemerintah untuk memberantas antisemitisme di kampus, namun pendekatannya juga mencakup tekanan terhadap program keberagaman dan pengajaran tentang ras dan gender. Banyak kalangan menilai langkah ini sebagai serangan terhadap inisiatif inklusi yang telah lama menjadi bagian dari identitas universitas-universitas besar di AS.
Krisis antara Harvard dan pemerintah bermula pada 11 April, ketika pejabat pemerintahan Trump mengirim surat resmi yang menuntut reformasi tata kelola dan perubahan menyeluruh dalam proses perekrutan serta penerimaan mahasiswa. Tiga hari kemudian, Harvard secara tegas menolak tuntutan tersebut, menyatakan bahwa intervensi pemerintah melanggar prinsip otonomi akademik.
Sebagai respons, pemerintah langsung membekukan sejumlah dana hibah dan kontrak besar milik universitas. Tak hanya itu, pada 16 April, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem memberikan tenggat waktu hingga 30 April kepada Harvard untuk menyerahkan data mengenai aktivitas ilegal dan kekerasan dari mahasiswa asing pemegang visa. Jika tidak dipenuhi, universitas tersebut terancam kehilangan izin untuk menerima mahasiswa internasional.
Sejak kembali menjabat pada Januari 2025, Presiden Trump telah mengeluarkan peringatan kepada berbagai universitas terkemuka di AS, menegaskan bahwa pendanaan federal dapat dicabut jika institusi tersebut tidak menghapus kebijakan yang dianggap mendukung kelompok minoritas tertentu atau dianggap toleran terhadap antisemitisme.
Gelombang protes pro-Palestina yang terjadi di banyak kampus selama konflik Israel-Palestina tahun lalu disebut sebagai salah satu pemicu perhatian besar pemerintah terhadap kebijakan kampus dan aktivitas mahasiswa.
Gugatan dari Harvard ini diperkirakan akan menjadi kasus penting yang menguji batas intervensi pemerintah terhadap otonomi akademik di Amerika Serikat, serta memperkuat perdebatan nasional tentang kebebasan berpendapat, multikulturalisme, dan politik pendidikan.
0 Comments
No popular articles available.
- Gunung Semeru Meletus 4 Kali dalam Semalam! Kolom Abu Capai 1.000 Meter
- Film Horror "Sinners" dari Ryan Coogler, Sebuah Momen Penting untuk Nominasi Oscar
- Akhir Libur Panjang, Puluhan Ribu Lebih Kendaraan Padati Jalan Layang MBZ! Ini Imbauan Jasa Marga
- George Wendt, Pemeran Norm di Sitkom Ikonik Cheers, Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun
- Gempa Guncang Konawe dan Kendari, BMKG Ungkap Penyebab dan Peringatan Penting untuk Warga
- Warner Bros Resmi Garap Sekuel The Goonies, Potsy Ponciroli Ditunjuk Sebagai Penulis Skenario
- Bangga! Desain Furniture Mahasiswa Presuniv Tembus Pasar Dunia: Dari Cirebon ke Jepang, AS, dan Turki
- Kendrick Lamar Sindir Drake di Super Bowl 2025 dengan Lagu Diss Track Miliknya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!