Mitos dan Fakta Protein: Berapa Banyak yang Sebenarnya Dibutuhkan untuk Membentuk Otot?
JAKARTA, GENVOICE.ID - Dari telur mentah hingga shake protein, banyak orang yang ingin membentuk tubuh lebih berotot sering dianjurkan untuk mengonsumsi protein dalam jumlah besar. Namun, seberapa banyak protein yang sebenarnya dibutuhkan, dan apa cara terbaik untuk mengonsumsinya?
Dilansir dariBBC,Sophia Moulson, seorang fitness influencer asal West Sussex, mulai serius berolahraga sejak usia 19 tahun setelah berjuang dengan masalah berat badan. Ia sering menjadikan makanan sebagai pelarian, yang akhirnya membuatnya terjebak dalam lingkaran citra diri negatif dan kurang percaya diri. Suatu hari, ia menyadari bahwa ia harus mengambil kendali bukan hanya demi kesehatan fisik, tetapi juga untuk kesejahteraan mentalnya.
Awalnya, ia pergi ke gym hanya untuk menurunkan berat badan. Namun, seiring waktu, ia mulai menikmati proses membangun massa otot. Ia merasa lebih percaya diri saat tubuhnya semakin kuat, dan setiap pencapaian kecil membuatnya semakin termotivasi untuk terus maju.
Dalam perjalanannya, Moulson mempelajari pentingnya protein dalam pembentukan otot. Sebagai seorang vegetarian, ia merasa kesulitan memenuhi kebutuhan proteinnya hanya dari makanan, sehingga ia mulai mengonsumsi suplemen protein. Sebenarnya, ia bisa mendapatkan protein yang cukup dari pola makan yang seimbang, tetapi itu memerlukan perencanaan yang sangat teliti. Protein powder menjadi solusi praktis, terutama dengan gaya hidupnya yang sibuk.
Linea Patel, seorang ahli gizi olahraga dari Pure Sports Medicine London, menjelaskan bahwa protein berperan penting dalam tubuh manusia. Saat dicerna, protein dalam makanan dipecah menjadi asam amino yang digunakan untuk membentuk lebih dari 20000 jenis protein berbeda dalam tubuh, mulai dari hemoglobin, enzim, hingga otot dan keratin di kulit serta rambut.
Namun, kebutuhan protein setiap orang berbeda, tergantung pada usia, komposisi tubuh, dan gaya hidup. Di Inggris, pemerintah merekomendasikan bahwa orang dewasa yang tidak aktif secara fisik harus mengonsumsi sekitar 0,8 gram protein per kilogram berat badan. Jadi, jika seseorang memiliki berat badan 70 kg, maka mereka membutuhkan sekitar 56 gram protein per hari. Kebanyakan orang sebenarnya sudah mendapatkan lebih dari jumlah tersebut hanya dari makanan sehari-hari. Di Amerika Serikat, rata-rata penduduk mengonsumsi sekitar 14-16 persen dari total kalori hariannya dalam bentuk protein.
Bagi mereka yang lebih aktif seperti atlet, binaragawan, atau mereka yang rutin melakukan latihan ketahanan, kebutuhan proteinnya bisa mencapai 1,6-2,2 gram per kg berat badan per hari untuk memaksimalkan pembentukan otot. Selain itu, wanita pasca-menopause juga memiliki kebutuhan protein yang lebih tinggi untuk mempertahankan massa otot. Para ahli menyarankan untuk mendapatkan protein dari makanan alami jika memungkinkan. Bagi vegan, ini berarti mengonsumsi lebih banyak kacang, biji-bijian, produk berbasis kedelai, serta kacang-kacangan seperti lentil dan buncis. Bagi vegetarian, telur, yoghurt, dan keju bisa menjadi tambahan sumber protein, sementara pemakan daging bisa memperoleh protein dari daging dan seafood.
Namun, mendapatkan protein yang cukup dari makanan alami tidak selalu mudah. Secara teori, kita bisa memenuhi kebutuhan protein hanya dengan pola makan seimbang. Tapi bagi banyak orang, ini tidak praktis tanpa bantuan suplemen. Di sinilah peran protein powder menjadi penting.
Menurut Lauren Manaker, seorang ahli gizi dari Charleston, South Carolina, suplemen protein menawarkan solusi praktis bagi mereka yang memiliki gaya hidup sibuk atau kesulitan mengakses makanan tinggi protein. Industri suplemen protein pun berkembang pesat.
Pada tahun 2021, pasar protein powder global bernilai 4,4 miliar dolar, dan diperkirakan akan tumbuh menjadi 19,3 miliar dolar pada tahun 2030.
Meskipun protein powder menjadi solusi yang praktis, ada beberapa risiko kesehatan yang perlu diperhatikan. Studi menunjukkan bahwa protein powder dapat menyebabkan kerusakan hati pada individu yang tidak berolahraga. Selain itu, banyak suplemen protein yang tidak sesuai dengan klaim nutrisinya atau bahkan mengandung kontaminan berbahaya. Sebuah penelitian oleh Clean Label Project pada 2018 menemukan bahwa dari 134 produk protein powder yang diuji, banyak yang mengandung logam berat seperti timbal, arsenik, kadmium, dan merkuri.
Beberapa juga mengandung bisphenol-A atau BPA, bahan kimia berbahaya dari plastik, serta pestisida dan zat beracun lainnya. Lebih mengejutkan lagi, satu produk protein powder bahkan mengandung 25 kali lebih banyak BPA dari batas aman yang diperbolehkan di Amerika Serikat.
Menurut Philips, protein berbasis tumbuhan justru lebih sering terkontaminasi dibandingkan dengan whey atau protein berbasis telur. Ini karena proses produksi dan sumber bahan bakunya yang lebih rentan terhadap pencemaran.
Jika memutuskan untuk mengonsumsi protein powder, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pilih produk berkualitas tinggi dengan sedikit tambahan bahan kimia dan tanpa pemanis buatan. Hindari protein dengan bahan herbal tambahan karena berisiko mengandung zat beracun. Cek sumber proteinnya, apakah dari whey, kasein, kedelai, atau tumbuhan, dan sesuaikan dengan kebutuhan diet.
Konsumsi protein terbaik adalah dalam waktu 30-60 menit setelah latihan karena tubuh lebih mudah menyerapnya. Namun, protein powder sebaiknya tidak menjadi pengganti makanan utama. Patel merekomendasikan untuk membatasi konsumsi protein powder maksimal 20-40 gram per hari karena konsumsi berlebihan dapat menyebabkan gangguan pencernaan, tekanan pada ginjal, dan kekurangan nutrisi penting dari makanan alami.
Mendapatkan cukup protein memang penting untuk membangun otot, tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan latihan. Patel mengingatkan bahwa ada tiga pilar utama dalam pembentukan otot yaitu latihan yang tepat, nutrisi yang seimbang termasuk protein, karbohidrat, dan vitamin penting, serta istirahat yang cukup. Jadi, daripada sekadar fokus pada protein, pastikan juga memenuhi kebutuhan nutrisi lainnya, tetap aktif bergerak, dan mendapatkan tidur yang cukup. Kesehatan dan kebugaran adalah tentang keseimbangan, bukan hanya soal seberapa banyak protein yang dikonsumsi.
0 Comments





- Saturday Night Live Rayakan 50 Tahun dengan Konser Spektakuler di Radio City Music Hall
- Ini Cara Sempurna Merebus Telur Menurut Para Ilmuwan, Ternyata Butuh Waktu 30 Menit!
- Kesempatan Emas bagi Startup Philadelphia, Shark Tank Hadir di Kota Ini!
- John Lithgow Dikabarkan Akan Memerankan Albus Dumbledore dalam Serial "Harry Potter" HBO
- Polisi Imbau Pemudik Bermotor yang Membawa Anak untuk Perbanyak Istirahat
- Sony Resmi Luncurkan Layanan Penyewaan PlayStation 5 di Inggris
- Noah Cyrus Resmi Bergabung dengan Range Music
- Tantang Dominasi Nvidia, OpenAI Siap Produksi Chip AI Sendiri
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!