Perempuan Palestina Akhirnya Bebas Usai Ditahan Setelah Bulan Madu di Wilayah AS
JAKARTA, GENVOICE.ID - Ward Sakeik, perempuan Palestina berusia 22 tahun yang tidak memiliki kewarganegaraan, akhirnya menghirup udara bebas setelah lebih dari empat bulan berada dalam tahanan imigrasi di Amerika Serikat. Ia sempat ditangkap dalam perjalanan pulang dari bulan madu bersama suaminya.
"Saya sangat bahagia, tapi juga sedikit kaget," katanya saat konferensi pers di Texas. "Bayangkan, ini pertama kalinya saya melihat pohon setelah lima bulan."
Ward langsung memeluk suaminya tanpa pembatas kaca atau borgol, hal yang sebelumnya tidak bisa ia lakukan. "Rasanya seperti benar-benar merasakan kebebasan lagi," ungkapnya.
Penangkapan Ward terjadi Februari lalu, tak lama setelah ia dan suami menikmati bulan madu di Kepulauan Virgin, salah satu wilayah teritori AS. Padahal, selama bertahun-tahun, ia rutin melapor ke pihak Imigrasi sesuai prosedur karena statusnya sebagai imigran tanpa dokumen. Ia datang ke AS dari Arab Saudi saat berusia delapan tahun bersama keluarga yang berasal dari Gaza, Palestina, dengan visa turis. Mereka mengajukan suaka, tetapi ditolak.
Selama tinggal di Texas, Ward menempuh pendidikan hingga lulus kuliah, menjalankan bisnis fotografi pernikahan, menikah, bahkan mulai merenovasi rumah barunya. Namun sepuluh hari setelah pernikahan, hidupnya berubah drastis. Ia ditahan, dipakaikan baju tahanan, dan diangkut dengan borgol.
Ward menceritakan betapa buruknya kondisi selama di dalam tahanan. Ia dipindahkan ke tiga fasilitas berbeda, menjalani perjalanan panjang tanpa diberi makanan atau air, bahkan harus membatalkan puasanya di bulan Ramadan di samping toilet. Di salah satu fasilitas, debu tebal dan serangga memenuhi ruangan, membuat banyak perempuan jatuh sakit.
Yang paling membuatnya cemas adalah ancaman deportasi. Ia sempat diberitahu akan dikirim ke Israel tanpa dokumen kewarganegaraan yang sah-padahal ia tidak punya tempat pulang secara hukum. Di lain waktu, pemindahannya tetap direncanakan meski seorang hakim sudah melarangnya dipindahkan dari Texas.
"Saya tidak bersalah karena tidak punya kewarganegaraan. Itu bukan pilihan saya," katanya. Ia merasa diperlakukan seperti kriminal atas hal yang tidak bisa ia kendalikan.
Pemerintah AS menyebut Ward diproses karena dianggap melintasi wilayah udara internasional saat kembali dari Kepulauan Virgin. Namun, wilayah itu merupakan bagian dari AS dan tidak membutuhkan paspor bagi warga yang sudah berada di dalam negeri.
Meski sempat menyatakan bahwa Ward melanggar hukum karena tinggal terlalu lama sejak visanya habis, pihak imigrasi akhirnya membebaskannya setelah ia mengajukan proses legal sebagai istri dari warga negara AS dan mengurus dokumen tinggal tetap.
Ward kini merasa lega, tetapi tidak lupa dengan nasib perempuan-perempuan lain yang ia temui di dalam. "Banyak dari mereka tidak punya akses ke pengacara atau media," ujarnya. "Kalau kalian melihat ini, aku sayang kalian semua. Aku akan terus berjuang untuk kalian."
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!