Sri Mulyani: Indonesia Pegang Prinsip Bebas Aktif di Tengah Gejolak Geopolitik
JAKARTA, GENVOICE.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia tetap konsisten menjalankan prinsip bebas aktif, baik dalam politik maupun ekonomi, di tengah eskalasi konflik geopolitik global saat ini.
"Saya sampaikan bahwa Indonesia mengusung prinsip bebas aktif, baik dalam konteks politik maupun ekonomi," ujar Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram resminya, @smindrawati, dikutip Rabu (25/6).
Pernyataan itu ia sampaikan dalam wawancara di sela Pertemuan Tahunan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang digelar di Beijing, China. Dalam forum tersebut, Sri Mulyani berdiskusi dengan sejumlah pejabat tinggi negara anggota, termasuk membahas situasi geopolitik dan dampaknya terhadap perekonomian global, arah kebijakan suku bunga The Fed, hingga kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa meskipun ketidakpastian global meningkat akibat konflik, kondisi APBN Indonesia tetap solid dan berada pada jalur yang aman (on track). Per Mei 2025, defisit APBN tercatat hanya Rp21 triliun, atau setara 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Secara keseluruhan, baik dari sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan, APBN tetap terjaga dengan penerapan kebijakan countercyclical yang kuat untuk merespons gejolak global," jelasnya.
Tercatat, pendapatan negara mencapai Rp995,3 triliun, sementara belanja negara sebesar Rp1.016,3 triliun, dan pembiayaan anggaran mencapai Rp324,8 triliun.
Sri Mulyani juga mengajak negara-negara mitra untuk memperkuat kerja sama dalam menghadapi tantangan ekonomi global. "Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai negara demi kesejahteraan dan kepentingan bersama," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menkeu juga sempat berdiskusi dengan Menteri Keuangan Arab Saudi Muhammad Al Jadaan dan Menteri Keuangan Qatar Ali Alkuwari mengenai dampak konflik Iran dan Israel. Ketiga pihak sepakat bahwa konflik yang terus berkembang di Timur Tengah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap stabilitas ekonomi dan kemanusiaan global.
"Seluruh pihak berharap ketegangan konflik dapat segera mereda dan tercapai perdamaian demi kepentingan seluruh umat manusia," ucap Sri Mulyani.
Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera menggelar rapat bersama PT Pertamina (Persero) untuk mengkaji dampak konflik Iran-Israel terhadap ketahanan energi nasional, khususnya terkait fluktuasi harga minyak global.
Menurut Bahlil, kondisi geopolitik Timur Tengah semakin menunjukkan pentingnya Indonesia meningkatkan produksi minyak dan gas bumi dalam negeri (lifting migas) guna menjaga ketahanan energi nasional.
"Kita tidak bisa bergantung sepenuhnya pada pasar global. Kita harus memperkuat produksi dalam negeri untuk mengantisipasi lonjakan harga minyak akibat krisis internasional," tuturnya.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!