Google Kalah di Pengadilan Eropa, Jadi Pertanda Buruk di Dunia Teknologi
JAKARTA, GENVOICE.ID - Keputusan pengadilan tertinggi Uni Eropa pada Selasa (26/2) menegaskan bahwa penolakan Alphabet, induk Google, untuk mengizinkan aplikasi e-mobility milik Enel mengakses platform Android Auto bisa dianggap sebagai penyalahgunaan posisi dominannya di pasar.
Dilansir dari Reuters, putusan ini berpotensi memaksa raksasa teknologi untuk lebih terbuka terhadap persaingan di ekosistem digital mereka.
Kasus ini bermula pada 2021 ketika otoritas antimonopoli Italia menjatuhkan denda sebesar 102 juta euro (sekitar Rp1,7 triliun) kepada Google karena menghalangi aplikasi pengisian daya mobil listrik Enel, JuicePass, untuk beroperasi di Android Auto. Platform ini memungkinkan pengemudi mengakses navigasi, mengirim pesan, dan mengontrol aplikasi lainnya langsung dari dashboard mobil mereka.
Google beralasan bahwa ada kekhawatiran keamanan serta ketiadaan template khusus untuk aplikasi seperti JuicePass. Perusahaan teknologi ini kemudian mengajukan banding ke Dewan Negara Italia, yang akhirnya meminta panduan dari Pengadilan Kehakiman Uni Eropa (CJEU) di Luksemburg.
Dalam putusannya, para hakim di CJEU mendukung keputusan regulator Italia. Mereka menegaskan bahwa penolakan perusahaan dengan posisi dominan untuk memastikan interoperabilitas antara platformnya dengan aplikasi pihak ketiga, terutama jika hal itu membuat aplikasi pesaing lebih menarik yang dapat dianggap sebagai tindakan penyalahgunaan.
Namun, pengadilan juga mencatat bahwa perusahaan dapat membenarkan penolakan jika memang tidak ada template yang tersedia untuk kategori aplikasi tersebut, dan jika membuka akses akan membahayakan keamanan atau integritas platform. Jika tidak ada alasan keamanan yang jelas, perusahaan dominan wajib mengembangkan template dalam jangka waktu yang wajar.
Menanggapi putusan ini, Google menyatakan bahwa mereka telah meluncurkan fitur yang diminta oleh Enel. Namun, perusahaan juga menekankan bahwa pada saat permintaan diajukan, hanya 0,04% mobil di Italia yang relevan dengan fitur tersebut.
"Kami memprioritaskan pembangunan fitur yang paling dibutuhkan oleh pengemudi, karena kami percaya inovasi harus didorong oleh permintaan pengguna, bukan permintaan spesifik dari perusahaan tertentu," kata juru bicara Google.
Menurut Dieter Paemen, mitra di firma hukum Clifford Chance, keputusan ini sejalan dengan tradisi Eropa dalam mendorong interoperabilitas demi memastikan persaingan yang sehat.
"Putusan ini mencerminkan perkembangan 30 tahun hukum persaingan Uni Eropa, dari kebijakan IBM pada 1980-an, keputusan Microsoft pada 2004, hingga ketentuan dalam Digital Markets Act (DMA) yang baru," jelasnya.
DMA, yang mulai berlaku pada Maret 2024, menetapkan daftar aturan bagi raksasa digital seperti Google agar persaingan di dunia digital tetap adil dan seimbang.
Putusan ini bersifat final dan tidak dapat diajukan banding. Kini, Dewan Negara Italia harus mengambil keputusan atas banding Google dengan mempertimbangkan putusan dari CJEU.
Google Kalah di Pengadilan Eropa, Jadi Pertanda Buruk di Dunia Teknologi
0 Comments





- Tangis dan Pengakuan di Pengadilan: Suami Cassie Bongkar Perjuangan Istri Lawan Diddy
- Trump Luncurkan "Gold Card" Visa Senilai 5 Juta Dolar AS untuk Imigran yang Ingin Jadi Warga AS
- Yann Sommer Jadi Penjaga yang Ditakuti Pemain Barcelona, dari Tepis Tembakan Yamal, Hingga Singkirkan Barca dari Liga Ch...
- Lamine Yamal Jalani Ramadan Pertama Sebagai Pemain Profesional, Begini Dukungan Barcelona
- Ratusan Orang Akan Berbuka Puasa Bersama dalam Open Iftar di Cambridge
- Polisi Tangkap Pengedar Obat Keras di Tanah Abang, 31 Ribu Butir Disita
- Pemerintah Inggris Andalkan Program Sarapan Gratis di Sekolah Dasar untuk Mengatasi Kemiskinan Anak
- BMKG Imbau Warga Kalimantan Timur Waspadai Pasang Laut Setinggi 2,8 Meter
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!