Mau Jadi Sukses? Satu Rahasia Teknologi Ini Bisa Ubah Nasib Ekonomi Kamu!

JAKARTA, GENVOICE.ID - Di Amerika Serikat, impian klasik tentang "hidup yang lebih baik dari orang tua" menjadi cita-cita nasional yang terus digaungkan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa mimpi tersebut semakin sulit digapai, dan sangat bergantung pada tempat seseorang dilahirkan.

Dilansir dari Technical.ly, konsep ini dikenal sebagai economic mobility, atau mobilitas ekonomi antargenerasi. Penelitian terbaru dari ekonom Harvard, Raj Chetty, dan tim Opportunity Insights-nya memberikan gambaran tajam tentang bagaimana mobilitas ini sangat bervariasi, bahkan hingga ke tingkat kode pos. Penemuan mereka telah menjadi bahan diskusi penting di berbagai forum nasional, termasuk konferensi Federal Reserve dan Technical.ly Builders Conference baru-baru ini.

Mau Jadi Sukses? Satu Rahasia Teknologi Ini Bisa Ubah Nasib Ekonomi Kamu!
- (Dok. Technical.ly).

Secara nasional, mobilitas ekonomi telah menurun. Tapi data lebih dalam menunjukkan gambaran yang kompleks: beberapa wilayah seperti Tenggara AS dan bagian Midwest menunjukkan peningkatan mobilitas. Sebaliknya, di kota-kota besar yang lebih tua, mobilitas cenderung memburuk.

Faktor ras juga memainkan peran besar. Anak-anak Asia dan Hispanik, yang banyak berasal dari keluarga imigran, menunjukkan mobilitas yang meningkat. Sementara itu, anak-anak dari keluarga kulit putih berpenghasilan rendah mengalami penurunan, dan bagi anak-anak kulit hitam serta kelompok Pribumi dan Alaska Native, perbaikannya sangat kecil atau bahkan tidak ada.

Dari seluruh temuan Chetty, satu faktor muncul sebagai prediktor paling kuat dalam meningkatkan mobilitas ekonomi, yakni interaksi sosial lintas kelas.

Ketika anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah memiliki teman dari keluarga menengah dan kaya, peluang mereka untuk meningkatkan pendapatan di masa dewasa meningkat drastis. Sekolah, lingkungan, dan komunitas yang menyatukan beragam latar belakang ekonomi terbukti memberikan hasil yang signifikan, tidak hanya bagi anak-anak miskin, tetapi juga bagi yang berasal dari keluarga lebih mampu. Informasi dan jaringan yang dibagikan dalam lingkungan seperti ini menjadi aset sosial yang tidak ternilai.

Dari sini muncul pertanyaan, bagaimana menciptakan ruang interaksi yang alami dan inklusif? Jawabannya bisa jadi ada pada dunia teknologi dan kewirausahaan. Lima dekade lalu, Homebrew Computer Club di Menlo Park, tempat Steve Jobs dan Steve Wozniak memulai perjalanan mereka, menjadi contoh nyata dari komunitas lintas kelas yang disatukan oleh rasa ingin tahu terhadap teknologi baru.

Fenomena ini berlanjut hingga 2010-an lewat budaya tech meetup, yaitu pertemuan informal yang menyatukan siapa saja yang tertarik pada teknologi, tanpa melihat latar belakang ekonomi. Data dari Meetup.com menunjukkan bahwa sebelum pandemi, sebagian besar pertemuan populer adalah seputar teknologi dan startup. Pasca-lockdown, pertemuan bergeser ke arah kegiatan luar ruang dan sosial, namun kini mulai kembali ke ranah teknologi praktis, termasuk penggunaan AI seperti ChatGPT, yang menjadi topik meetup terpopuler pada 2024.

Kini, banyak ekonom dan pembuat kebijakan mulai mendorong mobilitas ekonomi sebagai tolok ukur utama, bahkan lebih penting dari sekadar ketimpangan pendapatan. Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi berbasis komunitas (place-based development) dan pendekatan ekosistem menjadi sangat relevan.

Alih-alih menciptakan komunitas eksklusif yang hanya terdiri dari profesional dan pengusaha elit, ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan ruang kolaboratif yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Ketika anak-anak dari sekolah kaya dan miskin sama-sama bisa belajar teknologi, atau ketika pelaku usaha dari berbagai latar belakang bisa bertukar ide di meja yang sama, di situlah peluang untuk meningkatkan mobilitas ekonomi bisa benar-benar tumbuh.

Pendidikan, kebijakan pajak, dan program sosial tetap penting. Tapi seperti yang ditunjukkan Chetty dan timnya, langkah paling konkret dan dapat segera dilakukan adalah membangun lebih banyak ruang yang memungkinkan pertemanan lintas kelas.

Dengan niat yang tepat dan ekosistem yang inklusif, Amerika bisa kembali menjadi tempat di mana setiap anak, tak peduli lahir di lingkungan mana, punya kesempatan nyata untuk meraih hidup yang lebih baik dari orang tuanya.

M
M Ihsan
Penulis
  • Tag:
  • Techno

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE