Kekuatan Angkatan Udara Israel dan Bunker Nuklir Iran Bisa Memicu Perang Panjang
JAKARTA, GENVOICE.ID - Serangan Israel ke Iran menampilkan paduan kekuatan udara dan intelijen yang sangat efektif, sekaligus memperlihatkan kesenjangan besar di antara kedua negara. Jika target akhirnya adalah menghentikan program nuklir Teheran, konflik ini berpotensi berlangsung lama.
Pada Jumat dini hari, Angkatan Udara Israel meluncurkan serangkaian serangan udara yang dimulai sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Serangan ini menargetkan pemimpin militer dan intelijen Iran di Teheran, sistem pertahanan udara, peluncur rudal, serta fasilitas pengayaan uranium di Natanz yang krusial untuk program nuklir Iran.
Salah satu tujuan utama tampaknya adalah melumpuhkan struktur komando militer Iran. Serangan itu menewaskan Kepala Staf Militer Iran, Mayjen Mohammad Bagheri, serta Komandan Garda Revolusi Jenderal Hossein Salami bersama sejumlah petinggi lainnya.
Peneliti dari Royal United Services Institute (RUSI), Burcu Ozcelik, menilai skala serangan ini berpotensi mengubah peta kekuatan strategis Timur Tengah. Ia menyoroti bagaimana serangan tepat sasaran hingga ke jantung Teheran memperlihatkan kedalaman penetrasi intelijen Israel dan lemahnya pertahanan udara Iran, yang menjadi tamparan strategis besar bagi Teheran.
Namun, sejauh mana kerusakan di Natanz masih belum bisa dipastikan. Fasilitas pengayaan uranium utama Iran tersebut berada sekitar 8 meter di bawah tanah, dilindungi beton dan batuan keras. Beberapa video menunjukkan asap pekat di area itu, tetapi tingkat kerusakan belum dapat diverifikasi.
Iran mengakui fasilitas Natanz terkena serangan, namun menyebut tak ada korban jiwa. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) masih menilai dampaknya, sementara militer Israel mengklaim telah menghantam infrastruktur penting di bawah tanah.
Selain serangan udara, Mossad dilaporkan turut melakukan operasi darat dan drone terhadap sistem pertahanan udara Iran. Sebagian klaim ini mungkin sarat propaganda, namun secara militer, Iran belum menunjukkan perlawanan berarti. Dominasi udara Israel memungkinkan mereka terus menggempur target tambahan, termasuk ke wilayah Tabriz.
Sebagai respons awal, Iran meluncurkan lebih dari 100 drone, yang seluruhnya berhasil dihancurkan oleh sistem pertahanan Israel. Dengan kecepatan lambat, drone-drone ini memerlukan waktu hingga tujuh jam untuk melintasi jarak sekitar 1.100 kilometer, membuat efektivitasnya terbatas.
Meski begitu, Iran masih punya persenjataan rudal balistik berkecepatan tinggi, diperkirakan mencapai 3.000 unit. Sekitar 180 di antaranya sudah digunakan dalam serangan ke Israel pada Oktober 2024, namun dampaknya saat itu terbilang minimal.
Lokasi peluncuran rudal di Kermanshah sempat menjadi sasaran awal serangan Israel, tetapi menghancurkan fasilitas bawah tanah tetap menjadi tantangan berat. Efek nyata baru akan terlihat jika Iran melancarkan serangan balasan menggunakan persenjataan yang tersisa.
Iran juga memiliki opsi serangan siber atau aksi teror, namun efeknya dinilai belum sepadan. Serangan terhadap kepentingan AS sangat berisiko, karena bisa memicu intervensi militer Washington secara penuh.
Sementara itu, opsi memanfaatkan proksi regional tampak kian terbatas. Hizbullah di Lebanon menyatakan tidak akan menyerang Israel, sedangkan Houthi di Yaman, yang sempat diserang Israel, hanya sesekali mampu meluncurkan rudal balistik jarak jauh.
Bagi Israel, tantangan utamanya adalah bunker nuklir Iran yang telah lama dipersiapkan. Hingga Jumat sore, Israel belum menyerang fasilitas Fordow, yang terkubur sedalam 80-90 meter, jauh di luar jangkauan rudal konvensional Israel.
Menurut analisis RUSI, untuk menghancurkan Natanz sekalipun diperlukan serangan berulang-ulang pada titik yang sama hingga hulu ledak mampu menembus ke dalam fasilitas. Sementara Fordow diyakini hanya bisa dihancurkan dengan bom penghancur bunker milik AS, GBU 57/B, yang berbobot hampir 14 ton dan hanya dapat dibawa oleh pembom B-2 Amerika.
Dengan target bawah tanah yang sangat kuat, dominasi udara Israel, serta keyakinan diri yang tinggi, banyak pihak memprediksi kampanye militer terhadap Iran ini bisa berlangsung hingga dua pekan. Tanpa adanya kompromi dari Iran, ketegangan internasional ini pun berpotensi berjalan tanpa ujung yang jelas.
0 Comments





- Film "Snow White" Timbulkan Kontroversi, Disney Kurangi Skala Premiere di Hollywood
- Chelsea Tumbangkan Tottenham dan Naik ke Empat Besar, Enzo Fernández Jadi Penentu
- Dana White Sebut Conor McGregor Tidak Akan Kembali Bertarung Dalam Waktu Dekat
- Putin Tiba-Tiba Terbuka untuk Pembicaraan Bilateral dengan Ukraina, Ada Apa?
- Rihanna Comeback Lewat Lagu 'Friend of Mine', Jadi Soundtrack Film 'Smurfs'
- Pedro Pascal Kecam Serangan Trump terhadap Seniman: "Lawan dan Jangan Biarkan Mereka Menang"
- Hansi Flick Puji Lamine Yamal dan Pedri Setelah Barcelona Kalahkan Benfica
- Serial "The Penguin" Menangkan Dua Penghargaan di Critics Awards
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!