Bukan Avengers, Bukan Suicide Squad, Lalu Apa Sebenarnya Thunderbolts?

JAKARTA, GENVOICE.ID - Film Thunderbolts karya sutradara Jake Schreier secara mengejutkan mendapat sambutan hangat dari para kritikus, menandai perubahan arah yang signifikan bagi Marvel Cinematic Universe (MCU).

Dilansir dari The Hollywood Reporter, film ini tidak mengandalkan formula khas Marvel seperti pertempuran epik dan humor slapstick berlebihan, film ini justru menonjol lewat pendekatan mendalam terhadap trauma psikologis dan dinamika karakter yang kompleks.

Bukan Avengers, Bukan Suicide Squad, Lalu Apa Sebenarnya Thunderbolts?
- (Dok. BBC International).

Berawal dari keraguan penggemar saat pertama kali diumumkan pada 2022, Thunderboltsditakuti hanya akan menjadi "versi murah" dari Suicide Squad. Apalagi daftar tokohnya dinilai terlalu mirip satu sama lain dan tidak menyertakan karakter favorit seperti Red Hulk atau Baron Zemo. Namun hasil akhirnya berbicara lain, Schreier, bersama penulis naskah Eric Pearson dan Joanna Calo, berhasil menghadirkan kisah tim antihero yang tidak digerakkan oleh bom di leher, melainkan oleh luka batin, depresi, dan keputusasaan.

Karakter seperti Yelena Belova (Florence Pugh), Bucky Barnes (Sebastian Stan), Red Guardian (David Harbour), John Walker (Wyatt Russell), Ghost (Hannah John-Kamen), dan tokoh baru bernama Bob (Lewis Pullman), adalah individu yang kehilangan arah. Mereka disatukan bukan karena pilihan, tapi karena tidak tahu lagi harus hidup untuk apa. Bahkan Taskmaster (Olga Kurylenko) yang sempat "dibebaskan" dalam Black Widow menjadi korban awal dalam narasi, menandai bahwa hidup mereka tak banyak berubah meski rantai fisik telah dilepas.

Yang paling mengejutkan adalah pengungkapan di akhir film, tim ini sebenarnya adalah The New Avengers. Ini bukan sekadar nama, tapi simbol harapan dan pembaruan di tengah kekosongan yang ditinggalkan Avengers: Endgame. Layaknya komik The New Avengers rilisan 2004 karya Brian Michael Bendis, komposisi timnya tidak konvensional, tapi justru segar dan penuh potensi naratif.

Film ini menampilkan perjuangan emosional yang otentik, dari Yelena yang menenggelamkan rasa bersalah dalam alkohol, hingga Walker yang terasing dari keluarganya karena rasa tidak layak. Bob, yang kemudian menjadi Sentry, memunculkan sisi tergelap bernama the Void, metafora fisik dari kehampaan batin yang dirasakan seluruh tim. Meski film ini penuh humor, beban psikologis para tokohnya tidak pernah diremehkan.

Beberapa kritikus menilai akhir film di mana karakter bertahan lewat dukungan dan persahabatan, bukan kekuatan atau pengorbanan nyawa sebagai penyederhanaan. Namun dalam konteks MCU yang sering mengandalkan ledakan dan pertarungan langit, ini justru jadi kekuatan utama Thunderbolts.

Dengan menghindari pola lama MCU dan menyentuh sisi gelap manusia yang jarang dieksplorasi dalam genre ini, Thunderboltsmenjadi penyegar yang sejajar dampaknya dengan Guardians of the Galaxy (2014). Jika Guardians adalah keluarga pilihan, Thunderboltsadalah kumpulan jiwa yang patah, saling menopang agar tetap hidup.

Ini mungkin bukan The New Avengers yang diinginkan fans, tapi bisa jadi mereka adalah tim yang paling dibutuhkan MCU saat ini.

M
M Ihsan
Penulis
  • Tag:
  • Film
  • avengers
  • thunderbolts

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE