Heboh! Rakyat Swedia Geram, Gelombang Boikot Supermarket Kian Menguat

M
M Ihsan
Penulis
News
Heboh! Rakyat Swedia Geram, Gelombang Boikot Supermarket Kian Menguat
- (Dok. Jeppe Gustafsson/Rex/Shutterstock).

JAKARTA, GENVOICE.ID - Harga pangan yang terus meroket di Swedia memicu gelombang boikot besar-besaran terhadap jaringan supermarket utama di negara tersebut.

Dilansir dari The Guardian, gerakan ini, yang dipicu oleh keluhan masyarakat mengenai kenaikan harga bahan pokok, mendapat dukungan luas di media sosial dan berkembang menjadi perdebatan politik nasional.

Sejak Januari 2022, biaya tahunan untuk memberi makan satu keluarga di Swedia melonjak hingga 30.000 kronor (sekitar Rp44 juta). Kopi, yang merupakan kebutuhan sehari-hari, kini mendekati harga 100 kronor (sekitar Rp152 ribu) per kemasan, meningkat lebih dari 25% dalam setahun terakhir.

Kemarahan masyarakat semakin memuncak setelah harga cokelat melonjak 9,2% dalam satu bulan terakhir, sementara harga keju, susu, dan krim juga mengalami kenaikan signifikan. Aksi boikot yang disebut "Bojkotta vecka 12" (Boikot Pekan ke-12) pun digelar, menyerukan masyarakat untuk tidak berbelanja di jaringan supermarket besar seperti Lidl, Hemköp, Ica, Coop, dan Willys.

iklan gulaku

Aksi ini menjadi bagian dari tren boikot serupa di Eropa, termasuk Bulgaria dan Kroasia. Filippa Lind, salah satu penggerak boikot di Swedia, menyatakan bahwa langkah ini adalah bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang terdampak lonjakan harga.

"Politisi harus turun tangan dan membongkar oligopoli ritel yang menyebabkan harga melambung akibat kurangnya persaingan," tegas Lind.

Kini, gerakan ini berkembang menjadi boikot selama tiga minggu terhadap jaringan supermarket terbesar, Ica, serta produsen susu Arla. Jika tuntutan tidak dipenuhi, lebih banyak perusahaan akan masuk dalam daftar boikot berikutnya.

Partai oposisi Sosial Demokrat menuding pemerintah yang dipimpin koalisi sayap kanan sebagai pihak yang gagal mengendalikan harga pangan. Menteri Keuangan Elisabeth Svantesson mengakui bahwa harga makanan masih tinggi meskipun inflasi Swedia turun dari 10% pada 2022 menjadi 1,3% pada Februari 2025.

Menteri Urusan Pedesaan, Peter Kullgren, berjanji akan meningkatkan persaingan di industri ritel guna menstabilkan harga.

"Kami sedang mengupayakan solusi agar harga bahan pokok bisa kembali terjangkau," katanya.

Pemerintah juga telah meluncurkan strategi pangan baru yang bertujuan meningkatkan produksi dalam negeri.

Namun, Kullgren memperingatkan bahwa boikot dapat berdampak sebaliknya, termasuk peningkatan limbah makanan akibat berkurangnya pembelian. Beberapa perwakilan ritel seperti Willys dan Ica mengaku memahami kemarahan masyarakat, tetapi menganggap aksi boikot kurang tepat sasaran.

"Kami menghormati hak pelanggan untuk protes, tetapi kenaikan harga ini disebabkan oleh berbagai faktor global seperti perang, perubahan iklim, dan kenaikan harga bahan baku," ujar Jenny Pedersén dari Hemköp.

Meski belum diketahui sejauh mana dampak boikot ini terhadap kebijakan harga pangan, satu hal yang pasti: masyarakat Swedia telah bersatu dalam perlawanan terhadap kenaikan harga yang dianggap tak masuk akal. Dengan rencana boikot lanjutan, tekanan terhadap industri ritel dan pemerintah dipastikan akan semakin meningkat.

  • Tag:
  • Swedia

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Update Today
Bisnis Musiman yang Laris Saat Lebaran
Daniel R