Trump Acuh dengan Laporan Intelijen AS, Lebih Percaya Israel soal Nuklir Iran

JAKARTA, GENVOICE.ID - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, disebut tidak lagi mengandalkan laporan para pakar intelijen negaranya sendiri terkait program nuklir Iran. Ia justru lebih mempercayai analisis dari pihak Israel dan semakin skeptis terhadap CIA sejak kembali menjabat.

Keputusan Trump untuk memerintahkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu memicu kontroversi, terutama karena tidak didukung oleh data intelijen baru yang signifikan. Dalam dua dekade terakhir, komunitas intelijen AS secara konsisten menyatakan bahwa meskipun Iran aktif memperkaya uranium, negara itu tidak pernah membangun senjata nuklir.

Trump Acuh dengan Laporan Intelijen AS, Lebih Percaya Israel soal Nuklir Iran
- (Dok. NPR).

Penilaian ini sudah menjadi pijakan utama sejak laporan National Intelligence Estimate (NIE) pada 2007 yang menyimpulkan bahwa Iran menghentikan program senjata nuklirnya sejak 2003. Bahkan laporan lanjutan pada 2011 tetap menegaskan bahwa meskipun Iran meningkatkan aktivitas pengayaan uranium, belum ada bukti negara itu memulai kembali proyek senjata nuklir.

Namun, Trump tampaknya mengabaikan konsistensi temuan tersebut. Dalam pernyataan publik, ia secara terang-terangan mengatakan tidak peduli dengan analisis terbaru komunitas intelijen. Sejak kembali menjabat, Trump juga telah mengganti banyak staf di Dewan Keamanan Nasional dan membersihkan posisi penting dari kalangan yang tidak sepaham dengannya, termasuk yang menangani isu Timur Tengah.

Sementara presiden-presiden sebelumnya seperti Bush, Obama, dan Biden menahan diri atas dasar laporan intelijen, Trump mengambil langkah berbeda. Ia lebih condong pada pandangan keras dari Israel dan kelompok garis keras anti-Iran di Washington yang sejak lama meyakini bahwa Iran bisa membuat bom dalam waktu singkat.

Meski begitu, para pejabat intelijen AS menegaskan bahwa jika Iran benar-benar ingin membuat bom, mereka akan mampu mendeteksinya sejak dini. Kepala intelijen nasional saat ini, Tulsi Gabbard, bahkan menyampaikan pada Maret lalu bahwa Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, belum mengeluarkan izin untuk memulai kembali program senjata tersebut.

Setelah serangan udara AS, banyak anggota parlemen dari kubu Demokrat mengecam keputusan Trump. Mereka menyebut tidak ada bukti baru yang membenarkan serangan, apalagi ancaman langsung terhadap keamanan AS.

Senator Mark Warner, anggota senior Komite Intelijen Senat, menyebut tindakan Trump sebagai langkah gegabah yang mengabaikan pandangan komunitas intelijen sendiri.

D
Daniel R
Penulis
  • Tag:
  • Presiden Trump
  • konflik iran-israel

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE