Komedian Palestina Ini Merasa Bangga sekaligus Sedih setelah Menjadi Populer dalam Serial Netflix

JAKARTA, GENVOICE.ID - Bagi komedian Palestina Mo Amer, ada dua perasaan yang muncul saat merefleksikan serial Netflix yang terinspirasi dari kehidupannya sendiri, yaitu kebanggaan dan kesedihan.

"Sangat sulit membicarakannya tanpa merasa emosional," ungkap Mo Amer, dilansir dari BBC International, Rabu, (12/3).

Komedian Palestina Ini Merasa Bangga sekaligus Sedih setelah Menjadi Populer dalam Serial Netflix
- (Dok. BBC International/Netflix).

Amer adalah bintang dari serial semi-autobiografi berjudul Mo, di mana ia berperan sebagai Mo Najjar, seorang pengungsi Palestina yang berusaha beradaptasi di Amerika Serikat sambil menjalani proses imigrasi yang rumit. Dalam perjalanannya, ia berusaha menyeimbangkan budaya dan bahasa yang ia bawa dari tanah kelahirannya dengan realitas barunya.

Membuat serial yang begitu erat dengan kehidupannya sendiri bukanlah hal yang mudah bagi Amer.

"Saya sangat bangga, saya mencurahkan jiwa saya ke dalamnya, tetapi saya masih merasakan luka dari proses pembuatannya," katanya.

Selain beban emosional, Amer juga menghadapi tantangan besar dalam menentukan latar waktu musim kedua serial ini. Episode terakhir yang menggambarkan perjalanan Mo ke kampung halamannya di Tepi Barat ditetapkan pada 6 Oktober 2023, sehari sebelum kelompok bersenjata Palestina, Hamas, melancarkan serangan lintas batas yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Israel.

Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan mengakibatkan lebih dari 250 sandera, yang kemudian memicu serangan militer besar-besaran Israel ke Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, lebih dari 48.000 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, telah menjadi korban sejak serangan itu dimulai.

Keputusan untuk tidak memasukkan peristiwa 7 Oktober dalam alur cerita bukanlah kebetulan, tetapi langkah yang sangat disengaja, menurut Amer.

"Serial ini pada dasarnya berakar pada komedi," jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa jika cerita berlanjut melewati tanggal tersebut, perhatian akan beralih dari karakter dan perkembangan emosional mereka.

"Itu akan membuat kita kehilangan jejak emosi mereka," tambahnya.

Amer juga menekankan bahwa fokus pada 7 Oktober dan dampaknya bisa saja mengaburkan konteks lebih besar dari konflik yang telah berlangsung lama.

"Seolah-olah ini baru saja dimulai, padahal itu sama sekali tidak benar," ujarnya.

Selain itu, ia mempertimbangkan risiko menulis cerita yang bisa menjadi usang atau tidak relevan dengan cepat mengingat jeda waktu antara produksi dan perilisan yang lebih dari satu tahun.

Serial Mo mendapatkan respons positif secara luas, terutama episode terakhir yang menyentuh banyak penonton, termasuk Amer sendiri. Episode ini menampilkan perjalanan Mo dan keluarganya ke Tepi Barat, serta pengalaman mereka menghadapi realitas kehidupan di sana, mulai dari pemeriksaan ketat di pos-pos keamanan yang dikelola tentara Israel hingga penggunaan gas air mata terhadap warga Palestina.

Wilayah Tepi Barat, bersama dengan Yerusalem Timur dan Gaza, termasuk dalam wilayah yang secara luas dikenal sebagai Wilayah Pendudukan Palestina. Israel telah menduduki wilayah ini sejak Perang Timur Tengah 1967 dan membangun pemukiman yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, meskipun Israel membantahnya. Sementara itu, Palestina mengklaim wilayah-wilayah ini sebagai bagian dari negara merdeka mereka di masa depan.

Amer mengungkapkan bahwa adegan-adegan tersebut sangat berarti bagi banyak orang.

"Saya menerima begitu banyak telepon dari orang-orang yang benar-benar terpukul setelah menonton episode terakhir," katanya.

Bahkan, bukan hanya orang Palestina yang merasa terhubung dengan cerita tersebut.

"Banyak dari mereka yang menghubungi saya bukan orang Palestina, tetapi tetap merasakan dampak emosionalnya."

Amer juga menuturkan bahwa episode terakhir awalnya berdurasi 60 menit sebelum akhirnya dipangkas menjadi 39 menit. Ia ingin memastikan cerita tetap fokus pada realitas sulit yang dihadapi warga Palestina di tanah kelahiran mereka.

Sebagai seorang figur publik, Amer mengakui bahwa dirinya kini dianggap sebagai suara bagi komunitas Palestina, sebuah peran yang tidak bisa ia hindari.

"Ada begitu banyak tekanan dari para penggemar, baik dari Palestina maupun non-Palestina, tentang apa yang seharusnya saya katakan atau tidak," ungkapnya.

Namun, ia tetap berkomitmen untuk menyampaikan kisah yang ia kenal dan alami secara langsung.

"Saya merasa seperti milik publik saat ini, tetapi saya tidak akan lari dari tanggung jawab itu. Penting untuk terus berdialog, terlepas dari apakah orang setuju atau tidak dengan saya."

Meskipun situasi di Gaza masih tegang dan gencatan senjata terasa rapuh, Amer menolak kehilangan harapan.

"Saya selalu optimis bahwa keadaan bisa membaik," katanya.

M
M Ihsan
Penulis
  • Tag:
  • komedian
  • Palestina
  • Serial TV
  • Aktor
  • Netflix

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE