Teror Jarum di Festival Musik Prancis: 145 Perempuan Jadi Korban! Apa yang Sebenernya Terjadi?
JAKARTA, GENVOICE.ID - Musim panas seharusnya jadi momen perayaan di Eropa, namun, suasana semarak Fête de la Musique di Prancis akhir Juni lalu berubah menjadi mimpi buruk bagi ratusan perempuan muda. Sebanyak 145 perempuan, sebagian besar berusia antara 14 hingga 20 tahun, melaporkan mengalami tusukan misterius saat berada di tengah kerumunan konser dan pesta jalanan.
Kejadian ini kembali mengangkat isu "needle spiking", sebuah fenomena yang mengejutkan publik dan memicu ketakutan massal. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi?
"Needle spiking" mengacu pada praktik menyuntik seseorang secara diam-diam di tempat ramai, diduga dengan tujuan membuat korban kehilangan kesadaran atau merasa bingung, sehingga lebih rentan terhadap kekerasan seksual atau tindak kriminal lainnya.
Namun sejauh ini, belum ada bukti kuat bahwa korban benar-benar disuntik dengan zat berbahaya. Beberapa ahli bahkan menyebutkan bahwa tusukan bisa saja dilakukan hanya dengan benda tajam tanpa cairan apapun, semacam "prank" berbahaya yang menyebar lewat media sosial.
Banyak korban melaporkan gejala seperti pusing, mual, atau kehilangan keseimbangan. Namun, hasil penyelidikan toxicologis di Prancis, termasuk dari laporan tahun 2022, menunjukkan bahwa tidak ada zat kimia berbahaya yang terdeteksi di tubuh korban.
Para pakar menduga, gejala yang muncul kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi minuman beralkohol, obat-obatan lain, atau bahkan efek psikologis dari kepanikan massal.
Menurut Dr. Emmanuel Puskarczyk, ahli forensik dari Nancy, Prancis, tusukan diam-diam dengan jarum suntik berisi obat bius adalah hal yang sulit dilakukan tanpa diketahui orang di sekitar. Pasalnya, menyuntikkan zat ke tubuh memerlukan waktu dan tekanan tertentu, dan itu sangat sulit dilakukan dalam kerumunan tanpa disadari.
Karena itu, banyak kasus diduga hanya tusukan palsu (pricking) yang bertujuan membangun atmosfer ketakutan dan mengintimidasi korban, bukan untuk menyakiti secara fisik.
Hingga kini, 12 tersangka telah ditangkap. Namun belum ada bukti bahwa mereka benar-benar menyuntikkan zat tertentu. Sementara itu, media sosial seperti TikTok dan Snapchat turut disorot karena banyaknya konten yang justru mengejek korban dan menyebarkan ajakan berbahaya. Beberapa influencer bahkan menganggapnya hanya "lelucon".
Menteri Dalam Negeri Prancis menegaskan akan mengambil langkah hukum terhadap siapa pun yang mempromosikan atau meremehkan tindakan ini di internet.
Kasus ini menyoroti fenomena baru di era digital, di mana ancaman kekerasan fisik bisa menyebar seperti virus melalui ketakutan kolektif dan disinformasi online. Walau tidak semua kasus berujung kekerasan nyata, efek psikologis terhadap korban, terutama perempuan muda.
"Ini bukan hanya soal fisik, tapi tentang rasa aman yang direnggut secara paksa di tempat yang seharusnya menyenangkan," ungkap seorang aktivis perempuan di Paris.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!