Korea Selatan Gelar Pemilu Presiden di Tengah Dampak Krisis Yoon Suk Yeol

JAKARTA, GENVOICE.ID - Korea Selatan kembali mengadakan pemilihan presiden secara mendadak setelah masa darurat militer singkat yang diterapkan oleh mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang kini telah dimakzulkan. Pemilu ini menjadi momen penting bagi bangsa Asia keempat terbesar untuk menentukan arah masa depan mereka.

Dalam pertempuran politik yang sengit, Lee Jae-myung, kandidat dari kubu liberal, diprediksi memimpin dengan dukungan luas. Lee, seorang pengacara hak asasi manusia berusia 61 tahun, telah berjuang keras untuk mencapai kursi kepresidenan setelah dua kali gagal. Ia kini memanfaatkan sentimen publik yang marah akibat keputusan Yoon menerapkan keadaan darurat militer pada awal Desember lalu, yang kemudian segera dibatalkan dalam waktu singkat.

Korea Selatan Gelar Pemilu Presiden di Tengah Dampak Krisis Yoon Suk Yeol
- (Dok. Asahi).

Sementara itu, kandidat konservatif Kim Moon-soo menghadapi tantangan besar dalam menarik simpati pemilih moderat. Partai People Power yang menaungi Kim juga tengah mengalami perpecahan terkait cara menilai warisan Yoon.

Pemilu kali ini diperkirakan memiliki tingkat partisipasi tinggi. Lebih dari sepertiga dari 44 juta pemilih sudah menggunakan hak suaranya dalam pemungutan suara awal pada pekan lalu. Pemungutan suara akan ditutup pada Selasa malam, dengan hasil kemungkinan diumumkan tidak lama setelahnya.

Pemilu ini juga dipandang oleh sebagian warga Korea Selatan sebagai bukti ketahanan demokrasi mereka, meski perpecahan politik akibat krisis Yoon diperkirakan akan tetap membayangi pemerintahan baru. Presiden terpilih akan langsung menjabat tanpa masa transisi dua bulan yang biasanya dilakukan.

Belakangan ini, demonstrasi besar muncul di berbagai kota untuk mendukung maupun menolak Yoon. Penangguhan dan akhirnya pemecatan Yoon meninggalkan kekosongan kepemimpinan yang mengganggu hubungan diplomatik dan stabilitas pasar keuangan.

Presiden baru kelak harus menghadapi sejumlah persoalan serius, termasuk perlambatan ekonomi, dampak perang dagang Amerika Serikat, serta ancaman nuklir dari Korea Utara.

Dalam pidato kampanye terakhirnya, Lee menegaskan komitmennya untuk menghidupkan kembali perekonomian, mengurangi ketimpangan sosial, serta menyatukan kembali masyarakat yang terpecah. Ia memperingatkan bahwa kemenangan Kim berarti kembalinya "kelompok pemberontak" yang menurutnya merusak demokrasi.

Di sisi lain, Kim menuduh Lee ingin memusatkan kekuasaan secara otoriter dan menggunakan pengaruh politiknya untuk menghindari proses hukum yang tengah berjalan atas dirinya. Ia bahkan menyebut Lee berambisi mendirikan rezim diktator ala Hitler.

Lee, yang memiliki latar belakang sederhana dan pernah bekerja di pabrik saat kecil, tetap membantah semua tuduhan dan menyebutnya sebagai upaya politik untuk menjatuhkan kariernya.

Dalam kebijakan luar negeri, Lee menyatakan akan melanjutkan aliansi dengan Amerika Serikat dan kerja sama dengan Jepang, namun berbeda dengan Yoon dalam pendekatan terhadap Korea Utara. Ia ingin membuka kembali jalur dialog, walaupun menyadari bahwa pertemuan puncak dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, masih sulit diwujudkan dalam waktu dekat.

D
Daniel R
Penulis
  • Tag:
  • korea selatan
  • Presiden Korea Selatan

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE