Peringatan Keras dari Istana: Media Sosial Bisa Picu 'Brain Rot', Apa Itu?
JAKARTA, GENVOICE.ID - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengeluarkan peringatan keras soal dampak negatif media sosial bagi generasi muda.
Dilansir dari Antara, di hadapan lebih dari 200 mahasiswa dalam acara "PCO Goes to Campus" di Universitas Al Azhar, Jakarta, Senin (30/6), Hasan menyebut media sosial dapat menjadi penyebab turunnya fungsi kognitif atau yang ia sebut sebagai brain rot.
"Kita harus tetap skeptis, bukan sinis, melakukan klarifikasi demi akurasi, memperkuat literasi, dan menghindari reaksi emosional. Ini kunci membangun kesadaran kritis," ujar Hasan.
Dalam paparannya, Hasan memperkenalkan konsep "simulakra", istilah yang dipinjam dari filsuf Prancis Jean Baudrillard. Ia menggambarkan media sosial sebagai "dunia tontonan", di mana realitas sering kali dikaburkan oleh pencitraan semu.
"Saat terjadi kecelakaan, alih-alih menolong korban, banyak orang justru sibuk merekam demi viral. Ini tanda kita sudah larut dalam tontonan, bukan lagi kenyataan," katanya.
Menurut Hasan, konten-konten di media sosial kini didominasi oleh video pendek, acak, dangkal, dan sering kali hanya bertujuan menghibur atau memancing emosi. Akibatnya, generasi muda berisiko mengalami penurunan daya fokus, daya ingat, dan kemampuan berpikir mendalam.
"Brain rot terjadi karena kita digiring oleh algoritma. Satu saat nonton kucing lucu, lima detik kemudian nonton video marah-marah, lalu nonton prank. Kita terus scrolling tanpa jeda. Otak jadi kacau," ujar Hasan.
Ia juga mengkritik perubahan standar kebenaran di era digital. "Hari ini, ukuran kebenaran bukan lagi objektif, tapi viralitas. Apa yang banyak diprotes dianggap salah, apa yang ramai dianggap benar," katanya.
Sebagai upaya nyata melawan brain rot, Hasan membagikan tips yang ia terapkan di keluarganya. "Anak saya hanya boleh menonton tablet dua jam. Kalau ingin tambah waktu nonton, dia harus baca buku dulu satu jam. Ini cara saya melatih otaknya untuk bertahan menyimak informasi yang mendalam," jelasnya.
Ia mendorong mahasiswa dan anak muda agar mulai menyaring informasi, membaca lebih banyak buku, serta membatasi konsumsi konten singkat yang hanya menyentuh permukaan.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!