Satelit Bakal Tambah PDB Asia Tenggara US$100 Miliar di 2030

JAKARTA, GENVOICE.ID - Teknologi luar angkasa makin ngegas, dengan makin banyaknya satelit yang berfungsi sebagai "mata di bumi", negara-negara di Asia Tenggara diprediksi bakal cuan gede dari teknologi ini.

Dilansir dari The Straits Times, laporan terbaru Lembaga nirlaba Singapore Space and Technology Ltd (SSTL) dan firma konsultan Deloitte yang dirilis Selasa (11/2), pemanfaatan data observasi bumi dari citra satelit bisa nambah Produk Domestik Bruto (PDB) kawasan sebesar US$100 miliar (sekitar S$135 miliar) di tahun 2030.

Satelit Bakal Tambah PDB Asia Tenggara US$100 Miliar di 2030
- (Dok. The Straits Times/INDIAN SPACE RESEARCH ORGANISATI).

Disebutkan dalam laporan itu, sekitar 90 persen dari manfaat ekonomi tambahan itu diharapkan akan disalurkan ke empat industri utama yakni pertanian, pertambangan, minyak dan gas, listrik, dan tanggap darurat.

Contohnya di sektor energi & listrik nih. Satelit bisa bantu cari lokasi ladang tenaga surya atau angin yang paling cuan, kayak di Thailand yang pasang target 51% listriknya dari energi terbarukan di 2037.

Buat proyek energi angin, penilaian kecepatan angin yang akurat itu penting banget! Dulu pakai alat darat yang mahal & ribet, sekarang? Citra satelit bisa kasih analisis luas dengan biaya lebih hemat.

"Metode tradisional untuk mengukur kecepatan angin dan mengevaluasi wilayah yang luas melibatkan penggunaan instrumen berbasis darat yang ekstensif dan mahal. Namun, citra satelit menawarkan alternatif yang hemat biaya dengan memungkinkan analisis menyeluruh terhadap wilayah geografis yang luas," sebut laporan itu.

Dengan bantuan data satelit itu, maka efisiensi proyek listrik hijau meningkat karena biaya berkurang dan konstruksi bisa dipercepat.

"Peningkatan produktivitas inilah yang mendatangkan sejumlah manfaat ekonomi, Michelle Khoo, salah seorang tim penulis laporan yang juga petinggi Deloitte Asia Tenggara.

Gak cuma buat industri, satelit juga bisa bantu mitigasi bencana. Dengan pemantauan terus-menerus, wilayah yang rawan topan, kebakaran hutan, banjir, & bencana lainnya bisa lebih siap.

Misalnya, data satelit bisa bikin peta akurat buat perencanaan pemulihan jangka pendek & panjang. Kalau mitigasi dilakukan lebih awal, kerugian infrastruktur bisa ditekan.

Nilai ekonomi data obervasi bumi itu ke Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat menjadi 15 miliar dollar AS pada 2023, lalu berlipat ganda mencapai 45 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2030. Secara kumulatif, akan menyumbang tambahan 100 miliar dollar AS pada PDB kawasan tersebut.

Indonesia sebut laporan itu memperoleh sekitar 50 persen dari manfaat ekonomi karena sektor pertanian dan sumber daya alamnya yang luas. Salah satu penerapan teknologi satelit yang muncul adalah di pasar karbon, dan dalam memastikan bahwa kredit karbon yang dihasilkan dari proyek konservasi atau reboisasi berkualitas tinggi dan tidak ditaksir terlalu tinggi.

Nah, teknologi satelit bisa dipakai buat verifikasi kredit karbon dari proyek konservasi atau reboisasi. Jadi, bisa dipastikan nilai kredit karbonnya valid & gak abal-abal.

"Untuk observasi bumi, yang penting adalah memverifikasi bahwa kredit karbon ini didasarkan pada aktivitas nyata yang terjadi di lapangan. Jadi, ini akan membantu dalam hal memantau kualitas kredit karbon," ujar Michelle Khoo, petinggi Deloitte Asia Tenggara.

R
Rivaldi Dani Rahmadi
Penulis
  • Tag:
  • satelit
  • Produk Domestik Bruto (PDB)
  • Asia Tenggara

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE