Sutradara One Piece Murka, Desak Tindakan Hukum atas Tren AI yang Lecehkan Studio Legendaris

JAKARTA, GENVOICE.ID - Jagat anime lagi-lagi diguncang drama panas. Kali ini, bukan soal plot twist atau episode filler, tapi soal tren AI yang dianggap telah "menodai" nama besar Studio Ghibli.

Dan bukan cuma fans yang murka, Megumi Ishitani, sutradara di balik beberapa episode terbaik One Piece, juga angkat suara, dan nadanya jelas geram!

Sutradara One Piece Murka, Desak Tindakan Hukum atas Tren AI yang Lecehkan Studio Legendaris
- (Dok. Screen Rant).

Lewat unggahan di akun X (sebelumnya Twitter), Ishitani menyuarakan kekesalannya setelah melihat maraknya penggunaan AI untuk meniru gaya visual khas Studio Ghibli.

"Aku ingin ada tindakan hukum... Aku nggak tahan melihat Ghibli diperlakukan semurah ini," tulisnya, Jumat, (4/4).

Ucapan itu sontak viral, dengan ratusan likes dan repost dalam waktu singkat. Wajar saja, ini datang dari salah satu nama paling dihormati di industri anime.

Semua bermula dari seorang pengguna yang meminta ChatGPT untuk menghasilkan gambar dengan gaya khas Studio Ghibli. Hasilnya diunggah online dan boom! Viral.

Ribuan orang mulai ikut-ikutan, bahkan lembaga pemerintah dan selebriti pun turut meramaikan. Tapi bukan pujian yang didapat, malah muncul gelombang protes dari pecinta anime sejati.

Tren ini memicu diskusi serius tentang eksistensi AI dalam dunia kreatif. Banyak yang merasa bahwa penggunaan AI secara sembarangan untuk "meniru" karya seni adalah bentuk komodifikasi yang merampas makna dan jiwa dari proses kreatif manusia.

Apalagi, nama Ghibli, yang dikenal dengan filosofi, detail, dan perasaan dalam setiap goresannya, ikut terseret dalam pusaran itu.

Komentar legendaris Hayao Miyazaki pun kembali bergaung. Dalam wawancara terdahulu, sang maestro pernah bilang bahwa ketergantungan manusia terhadap AI dalam seni adalah tanda bahwa umat manusia "sudah kehilangan kepercayaannya sendiri."

Pihak GKids, distributor resmi film Ghibli di Barat, juga memberikan pernyataan halus tapi jelas, mereka memilih merayakan seni yang dibuat oleh manusia, bukan oleh mesin, saat mempromosikan penayangan ulang Princess Mononoke. Hasilnya? Tiket ludes, antusiasme membludak, dan film klasik itu kembali berjaya di bioskop.

Sampai sekarang, Studio Ghibli belum mengeluarkan pernyataan resmi atau melakukan tindakan hukum. Bahkan kabar tentang surat peringatan yang sempat beredar pun dibantah.

Namun suara seperti Ishitani menunjukkan bahwa para pelaku industri mulai mengambil sikap. Mungkin belum ada gugatan hukum, tapi tekanan moral dan kecintaan pada seni asli perlahan mulai memukul balik tren AI ini.

Kalau kamu salah satu yang besar dengan Spirited Away, My Neighbor Totoro, atau Howl's Moving Castle, mungkin kamu juga ikut merasa: Ghibli bukan sekadar gaya visual. Ia adalah perasaan, pesan, dan cinta terhadap hidup itu sendiri. Dan jelas, itu bukan sesuatu yang bisa ditiru semudah mengetik prompt di mesin pintar.

Pertanyaannya sekarang, akankah Ghibli tetap diam? Atau akan ada momen plot twist yang membuat AI berhenti meniru dan mulai menghormati? Kita tunggu saja bab selanjutnya, Gen!

N
Nayla Shabrina
Penulis
  • Tag:
  • Artificial intelligence (AI)
  • one piece
  • ghibli
  • Pengadilan

0 Comments

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Kirim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE