Ketimpangan Gaji Bikin RI Susah Lolos dari Middle Income Trap

Genvoice.id | 31 Jan 2025

JAKARTA, GENVOICE.ID - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) kasih tau nih, kalua Indonesia mau lolos dari middle income trap (jebakan pendapatan negara kelas menengah), pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai di kisaran 6-7 persen per tahun. Waktunya juga nggak lama, cuma 21 tahun menuju Indonesia Emas 2045.

"Itu tahun yang tidak panjang. Untuk itu, kita harus bisa keluar dari middle income trap, caranya pertama adalah memang ekonomi harus tumbuh paling tidak 6 sampai 7 persen," kata Deputi Perencanaan Makro Pembangunan, Eka Chandra Buana.

Eka menambahkan, kalau pertumbuhan bisa tembus 7 persen, Indonesia bisa lolos sebelum 2040. Tapi kalau cuma 6 persen, ya harus nunggu sampai 2041.

Misi Besar Menuju 2045

Target besar Indonesia 2045 mencakup peningkatan pendapatan per kapita jadi 30.300 dolar AS, kemiskinan dan ketimpangan mendekati 0 persen, human capital makin canggih, kepemimpinan RI di kawasan makin kuat, serta lingkungan yang lebih lestari.

"Ini yang menjadi syarat yang harus kita lakukan untuk kita maju," ujar Eka.

Masalahnya, ada beberapa tantangan yang bikin misi ini berat. Pertama,
pertumbuhan inklusif di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan negara lain yang terlihat pada inclusive indeks.

Kedua, adanya ketimpangan pendapatan dengan posisi Indonesia nomor dua tertinggi dibandingkan negara lainnya.

Selanjutnya, tingkat produktivitas yang masih rendah, padahal aspek ini merupakan modal penting ketika hendak membangun suatu bangsa. "Kalau kita bandingkan dengan negara-negara se-kawasan memang agak tertinggal, yaitu kalau kita lihat dari skor PISA (Programme for International Student Assessment) ini masih relatif rendah," katanya.

Begitu pula human capital index Indonesia dibandingkan negara lain jadi masih rendah. Belum lagi penurunan penduduk kelas menengah dan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa juta orang.

Dari eksternal, ketidakpastian perekonomian karena situasi geopolitik dan geoekonomi turut menjadi tantangan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal yang tak kalah penting adalah kesenjangan antar wilayah barat dengan timur yang cukup tinggi di dalam pembangunan Indonesia.

Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya (UAJ) Aloysius Gunadi Brata bilang pertumbuhan ekonomi tinggi aja nggak cukup. Yang lebih penting adalah pendapatan per kapita naik signifikan.

"Indonesia telah terjebak selama puluhan tahun. Sejak awal 1990-an, Indonesia masuk ke dalam kelompok lower-middle income. Namun, saat krisis moneter 1998, Indonesia sempat turun ke kategori low income sebelum akhirnya kembali naik ke lower-middle income di masa pemulihan ekonomi," kata Aloysius.

Singkatnya, tanpa strategi yang solid, Indonesia bakal susah banget keluar dari jebakan ini.

Salah satu alasan kenapa RI sulit tumbuh cepat adalah industri kita melambat sebelum mencapai puncaknya alias deindustrialisasi prematur. Ekonomi kita terlalu bergantung pada konsumsi dan komoditas, bukan produksi bernilai tinggi. Ditambah lagi, beban populasi menua dan kelas menengah yang struggling buat naik kelas bikin situasi makin ruwet.

"Tanpa inovasi, Indonesia akan sulit untuk tumbuh dengan sumber pertumbuhan yang baru. Meskipun investasi dan infusi teknologi sudah berjalan cukup baik, inovasi di dalam negeri masih menjadi tantangan besar," tutur Aloysius.

Menurutnya, tiga pilar Utama inovasi, investasi, dan teknologi masih kurang. Kita butuh satu faktor lagi institusi yang kuat. Negara-negara yang sukses naik kelas selalu punya strategi berbasis inovasi: riset yang kuat, adopsi teknologi, dan kebijakan pro-industri. Sayangnya, di Indonesia, birokrasi ribet, regulasi berbelit, dan hukum yang nggak pasti malah jadi penghambat utama.

"Kelembagaan yang kuat adalah kunci utama agar strategi pertumbuhan bisa berjalan efektif. Tanpa reformasi kelembagaan, target keluar dari middle income trap hanya impian," tutup Aloysius.