Kejar Pertumbuhan, Dorong Percepatan Realisasi Belanja Pemerintah
YOGYAKARTA - Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata menilai perlambatan pertumbuhan sudah sulit dihindari, namun masih dapat ditekan dampaknya melalui respons kebijakan yang tepat sasaran.
"Saat ini, impian meraih pertumbuhan tinggi tidaklah rasional. Terpenting sekarang bagaimana mencegah pelambatan tersebut semakin dalam," katanya, Senin (26/5).
Menurut dia, langkah paling urgen adalah percepatan realisasi belanja pemerintah. Strategi ini dinilai krusial untuk menopang daya beli masyarakat, terutama kelompok kelas menengah yang selama ini menjadi motor konsumsi domestik.
Di sisi lain, Aloysius juga menekankan pentingnya pemulihan aktivitas industri sebagai penopang ekonomi riil. Ia mendorong adanya pemberian kemudahan berupa insentif fiskal yang mampu menstimulus sektor produktif.
Aloysius juga menyoroti pentingnya menjaga optimisme pelaku usaha di tengah ketidakpastian global. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga. Dunia usaha perlu dikondisikan agar tetap percaya diri mengambil risiko, terutama di sektor-sektor padat karya," paparnya.
Keberhasilan menjaga momentum pertumbuhan katanya sangat bergantung pada kemampuan pemerintah membaca perubahan dinamika ekonomi. "Respons harus cepat dan adaptif, bukan hanya lewat kebijakan besar, tapi juga langkah-langkah teknis di lapangan yang mempermudah dunia usaha dan mempercepat belanja negara," tutup Aloysius.
Tidak Rasional
Target Pemerintah untuk meraih pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 2025 dinilai sudah tidak rasional. Hal itu karena kesalahan di awal start tahun ini dengan kebijakan realokasi anggaran yang menyebabkan terdapat berbagai penyesuaian sehingga belanja pemerintah dan investasi tertahan.
Dari sisi timing pun kurang pas, karena kebijakan justru dilakukan di saat kondisi eksternal khususnya ekonomi global yang penuh ketidakpastian, sehingga berpengaruh pada ekspor.
Atas pertimbangan berbagai tantangan tersebut, sejumlah lembaga seperti IMF, Bank Indonesia dan terakhir Citibank merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 ini.
Chief Economist Citibank NA Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal melambat ke level 4,7 persen pada akhir 2025. Hal itu mengacu pada perlambatan kinerja ekonomi di kuartal I 2025 yang hanya tumbuh 4,87 persen secara tahunan (yoy).
"Kita melihatnya tahun ini memang agak slow down karena memang sudah kelihatan di kuartal I, dan katanya di kuartal II ini juga masih akan ada dampak dari lambatnya recovery dari konsumsi pemerintah. Jadi, kita expect-nya memang turun di bawah 5 persen tahun ini, sekitar 4,7 persen," kata Helmi di Jakarta, Senin (26/5).
Pelambatan jelas Helmi dipicu oleh lemahnya konsumsi pemerintah dan menurunnya investasi yang menjadi penopang utama pertumbuhan.
Proyeksi Citi tersebut selaras dengan Bank Indonesia (BI) yang sebelumnya telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 ke kisaran 4,6-5,4 persen, dari yang sebelumnya 4,7-5,5 persen.
Menurut Helmi, penurunan kinerja ekonomi nasional pada awal tahun ini terlihat jelas pada dua komponen utama, yakni belanja pemerintah dan investasi.
Realokasi anggaran di awal tahun disebut membuat sejumlah belanja pemerintah tertahan, sehingga berdampak langsung pada konsumsi pemerintah yang terkontraksi hingga 39,89 persen pada triwulan I 2025.
"Berbagai belanja harus di-stock dan sementara pengalihannya ke belanja-belanja yang bersifat prioritas ini makan waktu, sehingga secara overall terjadi pelemahan yang tercermin dari negatifnya pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan I," jelasnya.
Sementara itu, investasi juga menunjukkan perlambatan kuartal I, hanya tumbuh sekitar 2 persen, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 5 persen.