Trump Geram Lihat Israel dan Iran Masih Saling Serang di Tengah Gencatan Senjata
JAKARTA, GENVOICE.ID - Gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Iran tampaknya mulai berlaku meski sempat terguncang. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukkan kekesalan mendalam terhadap kedua belah pihak, menyebut mereka sudah terlalu lama bertikai hingga "tak tahu lagi apa yang mereka lakukan."
Meskipun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa negaranya telah berhasil "melumpuhkan" program nuklir Iran, laporan intelijen AS justru menunjukkan sebaliknya. Evaluasi dari Defense Intelligence Agency (DIA) menyebutkan bahwa serangan udara AS hanya memperlambat program nuklir Iran selama beberapa bulan-berbanding terbalik dengan klaim Trump yang mengatakan program tersebut telah "dihancurkan sepenuhnya." Gedung Putih pun menyanggah laporan itu dan menyebutnya "salah besar."
Setelah gencatan senjata diumumkan, Israel menuduh Iran meluncurkan rudal ke wilayah mereka. Iran membantah tuduhan tersebut, meski ledakan terdengar dan sirene meraung di wilayah utara Israel. Militer Israel menyatakan berhasil mencegat dua rudal yang diyakini berasal dari Iran.
Trump, sebelum berangkat ke pertemuan NATO, menyampaikan bahwa kedua negara telah melanggar kesepakatan gencatan senjata. Ia bahkan secara mengejutkan mengkritik Israel, sekutu dekat AS, sambil menyinggung kemungkinan Iran menembakkan rudal secara tidak sengaja. Namun kemudian, dalam unggahan di Truth Social, Trump menulis bahwa "semua pesawat akan kembali ke pangkalan, dan tidak akan ada korban. Gencatan senjata resmi berlaku."
Netanyahu dilaporkan menahan diri dari melanjutkan serangan setelah berbicara langsung dengan Trump. Sementara itu, perwakilan Iran di PBB menyatakan bahwa negaranya keluar dari konflik ini dengan kepala tegak dan kembali menyerukan solusi diplomatik atas ketegangan yang selama ini berlangsung.
Konflik yang dimulai hampir dua minggu lalu ini dipicu oleh serangan Israel terhadap situs nuklir dan militer Iran, dengan dalih mencegah pengembangan senjata nuklir. Iran menegaskan bahwa program mereka sepenuhnya untuk tujuan damai.
Setelah Amerika menjatuhkan bom penghancur bunker ke fasilitas nuklir Iran, dunia sempat dibuat waspada akan potensi konflik regional yang lebih luas. Trump kemudian menghubungi Netanyahu dan memintanya mencari jalur diplomasi, setelah sebelumnya menyebut bahwa ancaman langsung dari Iran telah berhasil diatasi.
Serangan terbatas dari Iran ke pangkalan AS di Qatar menjadi pemicu Trump untuk segera mendeklarasikan gencatan senjata. Tapi setelah itu, gelombang serangan dan tuduhan tetap terjadi dari kedua sisi.
Gencatan senjata sempat goyah ketika Israel menuduh Iran meluncurkan dua rudal-yang kemudian dicegat-sementara Iran membantah, dan justru mengklaim Israel melakukan serangan udara menjelang fajar. Salah satu serangan itu dikabarkan menewaskan ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohammad Reza Sedighi Saber.
Trump tidak menahan ucapannya. Dalam keterangannya di depan awak media sebelum terbang ke Den Haag, ia mengumpat dan menyebut kedua negara seperti "orang yang sudah terlalu lama berkelahi hingga tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan."
Netanyahu mengatakan bahwa Israel menyepakati gencatan senjata karena telah mencapai semua target militernya, termasuk menghancurkan fasilitas nuklir di Natanz, Isfahan, dan Arak, serta menewaskan sejumlah jenderal dan ilmuwan penting Iran. Ia juga berterima kasih pada Trump atas dukungannya.
Di sisi Iran, pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya menyatakan tidak akan menyerah. Namun menurut utusan khusus Trump, Steve Witkoff, pembicaraan damai antara AS dan Iran sudah mulai digelar, baik secara langsung maupun melalui mediator, dan menunjukkan tanda-tanda menjanjikan.
Sementara itu, laporan dari kelompok Human Rights Activists menyebut setidaknya 974 orang tewas akibat serangan Israel di Iran, termasuk ratusan warga sipil dan personel keamanan. Di pihak Israel, 28 korban jiwa dan lebih dari 1.000 luka-luka telah tercatat.
Pemerintah AS juga telah mengevakuasi sekitar 250 warga dan keluarga mereka dari Israel sejak akhir pekan, dari total sekitar 700.000 warga AS yang tinggal di sana-kebanyakan merupakan warga negara ganda.