Rawan Pembajakan, Pasar Mangga Dua Jakarta Jadi Sorotan USTR

Genvoice.id | 23 Apr 2025

JAKARTA- Pakar ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko melihat kritik yang disampaikan Amerika Serikat (AS) dalam negosiasi tarif perdagangan dengan delegasi Indonesia jangan dilihat sebagai tekanan melainkan peluang untuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perdagangan global.

"Tak perlu defensif secara berlebihan. Justru, ini momen menunjukkan bahwa Indonesia punya kapabilitas dan komitmen dalam reformasi ekonomi jangka panjang," kata Aditya saat ditemui di Kampus STIE YKP Yogyakarta, Selasa (22/4).

Sebagai informasi, Laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), Pasar Mangga Dua Jakarta, terus menerus berada dalam daftar pantauan prioritas dan Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan Tahun 2024, bersama dengan beberapa pasar daring Indonesia lainnya.

Menurut Aditya, catatan USTR soal penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), serta kekhawatiran terhadap perubahan UU Paten, sebaiknya dijadikan pijakan introspektif bagi Indonesia dalam membenahi ekosistem perlindungan inovasi di dalam negeri.

"Isu HKI bukan hanya soal memenuhi standar internasional, tapi juga soal memastikan bahwa inovator lokal kita benar-benar mendapatkan insentif untuk tumbuh dan berkembang," katanya.

Kendati demikian, Aditya juga menekankan pentingnya menjaga arah reformasi agar tetap sesuai dengan kepentingan nasional. "Revisi regulasi seperti UU Paten melalui UU Cipta Kerja, harus tetap mencerminkan kebutuhan sektor industri dalam negeri, termasuk UMKM dan start-up yang tengah berkembang. Fleksibilitas dalam lisensi dan impor paten harus dibingkai dalam kepentingan pembangunan ekonomi inklusif," jelasnya.

Situasi seperti itu tambahnya justru membuka peluang bagi Indonesia untuk mempraktikkan smart diplomacy. "Amerika Serikat menyuarakan keprihatinannya, tetapi kita punya kesempatan untuk merespons secara elegan dengan menunjukkan kemajuan konkret dalam reformasi hukum, transparansi birokrasi, dan peningkatan kualitas ekspor," katanya.

Aditya juga mendorong pemerintah untuk memperkuat posisi negosiasi Indonesia dalam forum bilateral dan multilateral.

"AS adalah mitra strategis, tetapi Indonesia juga memiliki mitra dagang lain di Asia, Eropa, dan Afrika. Diversifikasi pasar dan aliansi strategis bisa menjadi kunci agar kita tidak hanya bertahan, tetapi justru tumbuh lebih kuat di tengah tekanan," pungkasnya.

Transparansi dan Akuntabilitas

Dalam kesempatan terpisah, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, keluhan dan sekaligus masukan USTR sangat penting dan perlu mendapat perhatian pemerintah sekaligus menjadi momentum perbaikan tata kelola ekonomi nasional terutama terkait transparansi dan akuntabilitas.

Selama ini pemerintah belum optimal dalam melaksanakan transapransi (Open Governance) dalam pengelolaan kebijakan dan regulasi ekonomi dan meniliki celah pelanggaran.

"Kurangnya keterbukaan menimbulkan perspektif negatif dan menyebabkan rendahnya kepercayaan dunia internasional," kata Badiul.

Pemerintah katanya perlu melakukan langkah langkah reformasi struktural yang fundamental, penyempurnaan regulasi yang menjamin keterbukaan informasi, khususnya dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan perdagangan dan investasi.

Pemerintah harus melibatkan dunia usaha, kelompok masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan kebijakan serta membangun mekanisme monitoring yang independen dan akuntabel guna memastikan kebijakan berjalan transparan.

Kritik AS katanya merupakan peluang untuk memperbaiki tata kelola birokrasi, industri, dan daya saing produk di pasar global.

"Dalam kontek penegakan hukum saya kira ini penting pemerintah perlu memperkuat koordinasi penegakan hukum dan memastikan regulasi sejalan dengan perlindungan kekayaan intelektual yang efektif," tutup Badiul.