Gedung Putih Tunggu Langkah Konkret Rusia Terkait Perundingan Damai
WASHINGTON- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio, Selasa (20/5), mengatakan Gedung Putih menunggu langkah konkret Rusia terkait perundingan damai dengan Ukraina.
"Kami mendapat informasi bahwa Rusia akan merumuskan syarat-syarat yang mereka anggap perlu untuk mencapai gencatan senjata, yang nantinya bisa membuka jalan bagi perundingan lebih luas," kata Rubio di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
"Kami masih menunggu syarat-syarat tersebut, dan baru setelah itu, saya bisa memahami perhitungan Presiden Putin dengan lebih jelas," kata Rubio seperti dikutip dari Antara.
Ditanya soal kemungkinan sanksi tambahan, Rubio menjawab, jika secara jelas Rusia tidak tertarik pada kesepakatan damai dan hanya ingin melanjutkan perang, sanksi baru sangat mungkin diberlakukan.
Ia menghatakan pemerintah AS telah memperingatkan Moskow mengenai konsekuensi jika tidak ada kemajuan dalam proses perdamaian. Meski begitu, Rubio menekankan bahwa Presiden Donald Trump saat ini masih menghindari langkah-langkah yang bersifat mengancam.
"Presiden yakin bahwa jika mulai mengancam dengan sanksi, Rusia bisa saja menghentikan pembicaraan," katanya.
Mau Berdamai
Presiden AS, Donald Trump, papar Rubio, sangat berkomitmen untuk mengakhiri perang dan ingin mempertahankan peluang guna memengaruhi kedua pihak agar mau berdamai selama mungkin.
Pada Jumat lalu, kota metropolitan Istanbul menjadi tuan rumah perundingan damai tingkat tinggi antara Rusia dan Ukraina yang difasilitasi oleh Turki.
Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat untuk saling menukar 1.000 tawanan perang dan melanjutkan perundingan gencatan senjata.
Sementara itu, pada Senin, Trump menyatakan bahwa panggilan teleponnya dengan Presiden Russia Vladimir Putin "berjalan sangat baik."
Ia juga mengungkapkan bahwa Moskow dan Kyiv segera memulai pembicaraan langsung mengenai kesepakatan gencatan senjata.
Pakar Bidang Ilmu Politik dan Keamanan Internasional, Universitas Airlangga, Gede Wahyu Wicaksana, mengatakan karut marut konflik bersenjata Ukraina dengan Rusia, telah menempatkan Kyiv dalam posisi dilematis setelah menolak usulan AS memberikan wilayah Krimea pada Rusia.
"Ukraina kembali mendapat serangan rudal dari Rusia beberapa jam Presiden Donald Trump, mengkritik Ukraina yang menolak pendudukan Russia di Krimea. Dimensi konflik antara Rusia dan Ukraina sangatlah kompleks," kata Wahyu.
Saran AS menyerahkan Krimea ke Rusia oleh Ukraina dinilai sangat tidak realistis. Sebab pendudukan Rusia atas Krimea akan memberi keuntungan besar bagi Rusia dan bisa menimbulkan masalah baru yakni dapat menjadi wilayah perluasan politik bagi Rusia.
Sekarang Ukraina tidak punya pilihan selain bertahan. Apalagi konflik yang rumit itu memerlukan sumber daya yang besar dalam mediasinya sehingga posisi Ukraina menjadi sangat terpojok.