Google Hadapi Ancaman Antitrust Terbesar dalam Sejarah Perusahaannya
JAKARTA, GENVOICE.ID - Google kembali menghadapi tantangan hukum serius di Amerika Serikat. Setelah dinyatakan bersalah atas praktik monopoli di pasar mesin pencari dan teknologi iklan, perusahaan ini akan kembali menjalani sidang lanjutan yang dapat menentukan masa depan sejumlah layanannya.
Kasus ini menjadi salah satu ancaman antitrust terbesar bagi perusahaan teknologi dalam beberapa dekade terakhir. Departemen Kehakiman AS (DOJ) menilai bahwa dominasi Google di berbagai lini bisnisnya, mulai dari mesin pencari hingga peramban web Chrome dan teknologi periklanan digital, telah menghambat persaingan di pasar dan merugikan konsumen.
Pada 2023, seorang hakim federal memutuskan bahwa Google merupakan monopolis ilegal di pasar mesin pencari. Keputusan ini kemudian diikuti oleh putusan serupa pada April 2025, saat hakim lain menyatakan bahwa Google juga memonopoli pasar teknologi iklan melalui dua layanannya: DoubleClick for Publishers (DFP) dan Ad Exchange (AdX).
Meski Google telah menyatakan akan mengajukan banding, perusahaan tersebut harus terlebih dahulu menjalani serangkaian sidang pemulihan (remedies trial) untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil guna mengembalikan persaingan di pasar.
Sidang pemulihan untuk kasus mesin pencari akan dimulai pada Senin pekan ini di Washington, DC. Dalam proses ini, DOJ akan mengusulkan sejumlah langkah, termasuk kemungkinan pemisahan peramban Chrome dari Google, berbagi data pencarian dengan pesaing, dan mengakhiri perjanjian eksklusif dengan pembuat ponsel dan peramban.
Pemerintah AS juga meminta agar pengadilan mempertimbangkan perkembangan teknologi di masa depan, khususnya di bidang kecerdasan buatan (AI), yang diperkirakan akan menjadi platform pencarian berikutnya. DOJ ingin mewajibkan Google melaporkan setiap investasi AI ke pemerintah guna mencegah potensi monopoli baru.
Sementara itu, untuk kasus teknologi iklan, DOJ berencana meminta Google memisahkan layanan server iklan untuk penerbit dan bursa iklan digital yang selama ini digabungkan. Langkah ini dinilai penting untuk menciptakan pasar iklan digital yang lebih terbuka bagi penerbit dan pengiklan.
Sidang pemulihan untuk kasus ini belum ditentukan jadwalnya, namun diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan di pengadilan federal Virginia.
Putusan untuk kasus mesin pencari diperkirakan keluar pada pertengahan tahun ini, sementara sidang kasus iklan bisa berlangsung hingga akhir 2025. Meski begitu, Google diperkirakan akan berusaha menunda penerapan perubahan melalui proses banding yang bisa berlangsung hingga ke Mahkamah Agung.
Kasus ini disebut-sebut sebagai ancaman antitrust terbesar bagi perusahaan teknologi di AS sejak Microsoft menghadapi gugatan serupa lebih dari dua dekade lalu. Saat itu, meski Microsoft tidak dipecah, keputusan pengadilan membuka peluang bagi kemunculan perusahaan-perusahaan teknologi baru, salah satunya adalah Google.
Proses hukum yang tengah berlangsung ini tidak hanya akan menentukan masa depan Google, tetapi juga dapat membentuk kembali peta persaingan di industri teknologi global. Baik perusahaan pesaing, penerbit digital, maupun pengguna internet di seluruh dunia akan turut merasakan dampaknya.