Pertumbuhan Penduduk dan Penyusutan Lahan Bisa Picu Krisis Pangan

Genvoice.id | 22 Feb 2025
JAKARTA, GENVOICE.ID - Pemerintah harus bisa nge-handle kebutuhan pangan dan energi kalau mau jadi negara superpower. Soalnya, kalau pangan dan energi bisa dikendalikan, Indonesia bisa makin kuat dan berpotensi jadi pusat pangan dan energi dunia.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pas buka sidang umum majelis umum (SUMU) Perhimpunan Ikatan Alumni PTN Indonesia (Himpuni) di Makassar, Jumat (21/2), bilang kalau pangan bisa dikontrol, negara ini nggak bakal butuh impor sampe 50 tahun ke depan.
"Pangan kita kendalikan, energi kita kendalikan, inilah yang akan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia, dan kalau seperti ini, Indonesia 50 tahun ke depan kita tanpa impor," kata Amran.
Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin ini juga nge-highlight pentingnya ketahanan pangan buat negara kayak Indonesia. Menurutnya, Indonesia udah pernah ngalamin krisis ekonomi dan pandemi Covid-19, tapi masih bisa bertahan. Tapi kalau yang kena krisis itu pangan, situasinya bakal beda banget.
"Pangan sangat strategis untuk Indonesia. Kalau krisis ekonomi Indonesia masih bisa bertahan, krisis seperti Covid-19, Indonesia masih bisa bertahan. Tapi kalau kita krisis pangan, itu menjadi masalah besar," ujar Mentan.
Menanggapi statement itu, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto, ngasih perspektif lebih realistis. Menurutnya, optimisme Mentan harus dikaji ulang karena ada faktor krusial yang perlu diperhitungkan, seperti pertumbuhan penduduk dan makin menyusutnya lahan sawah.
"Boleh saja berasumsi seperti itu, tetapi perlu mempertimbangkan pertambahan jumlah penduduk dan pengurangan lahan sawah untuk pangan. Asumsi tersebut bisa dicapai jika angka pertambahan pangan per tahunnya lebih besar dari angka pertambahan penduduk. Pertanyaannya, apakah pertambahan pangan bisa melebihi pertambahan penduduk dalam kondisi menurunnya areal pangan sekitar 100 hektare per tahun," jelas Dwijono.
Dwijono juga ngejelasin kalau dalam 10 tahun ke depan, Indonesia butuh tambahan lahan pangan sekitar 600 hektare buat mencukupi kebutuhan nasional. Tapi masalahnya, buka lahan baru itu nggak gampang dan produktivitasnya belum tentu bisa sebagus lahan yang udah ada.
"Jadi, asumsi di atas perlu mempertimbangkan pertambahan penduduk sekaligus pengurangan areal lahan pangan per tahun. Tampaknya Mentan terlalu optimis dalam perkiraannya," tambahnya.
Dengan semua tantangan ini, strategi pemerintah buat ningkatin produksi pangan harus berbasis data yang valid dan mempertimbangkan aspek lingkungan serta sosial.
"Langkah strategis dalam meningkatkan efisiensi pertanian, pengelolaan lahan, dan teknologi pertanian menjadi aspek krusial agar Indonesia dapat mencapai target swasembada pangan tanpa bergantung pada impor dalam jangka panjang," tegas Dwijono.
Pengamat pertanian dari Universitas Warmadewa, Bali, I Nengah Muliarta setuju kalau produksi pangan harus ditingkatkan. Tapi, menurutnya, petani juga harus dapet stimulus biar mereka semangat buat ningkatin hasil panennya.
Salah satu cara yang dia usulin adalah naikin tarif impor buat produk pangan. Menurutnya, langkah ini bisa bantu ningkatin daya saing produk lokal dan ngurangin ketergantungan sama impor.
"Bagi saya, penting menaikkan tarif impor pangan. Ini langkah strategis yang dapat membantu meningkatkan daya saing produk lokal, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mendukung pembangunan pertanian domestik," kata Muliarta.
Pemerintah harus bener-bener bikin kebijakan yang mateng biar potensi sektor pertanian bisa dimaksimalkan dan Indonesia bisa beneran jadi pemain utama di pasar pangan global.
"Dengan adanya tarif yang lebih tinggi, produk impor akan menjadi lebih mahal, sehingga konsumen cenderung memilih produk lokal yang lebih terjangkau," tutupnya.