Bahaya Perjalanan Luar Angkasa bagi Kesehatan Manusia: Efek Fisiologis yang Harus Diwaspadai Astronot

Genvoice.id | 21 Feb 2025

JAKARTA, GENVOICE.ID - Manusia tidak dirancang untuk perjalanan luar angkasa. Kondisi mikrogravitasi, paparan radiasi energi tinggi, dan tantangan lainnya mempengaruhi kesehatan astronot. Berikut adalah penjelasan tentang beberapa dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh perjalanan luar angkasa.

Dilansir dari US News, selama jutaan tahun, tubuh manusia berevolusi untuk berfungsi secara optimal di lingkungan Bumi, yang mencakup gravitasi, komposisi atmosfer, dan tingkat radiasi yang relatif rendah. Namun, perjalanan luar angkasa membawa manusia ke dalam lingkungan yang sangat berbeda, yang menimbulkan berbagai tantangan fisiologis dan psikologis, terutama dengan paparan jangka panjang.

Afshin Beheshti, Direktur Center for Space Biomedicine di Universitas Pittsburgh, menjelaskan bahwa lebih banyak data diperlukan tentang astronot dengan latar belakang kesehatan yang beragam dan yang menjalani berbagai jenis misi untuk memetakan profil risiko dan strategi mitigasi yang lebih personal.


Di luar Bumi, atmosfer dan medan magnet planet ini melindungi kita dari radiasi luar angkasa. Namun, astronot terpapar radiasi energi tinggi yang meresap di seluruh alam semesta, yang dapat menyebabkan kerusakan DNA, peningkatan risiko kanker, gangguan neurodegeneratif, masalah kardiovaskular, dan disfungsi sistem kekebalan tubuh.

Astronot yang berada di orbit rendah Bumi terlindungi sebagian oleh magnetosfer Bumi, namun misi ke luar orbit Bumi, seperti perjalanan ke Bulan atau Mars, akan menghadapi dosis radiasi yang jauh lebih tinggi.

Gravitasi berperan penting dalam mengatur fungsi tubuh manusia. Tanpa gravitasi, cairan tubuh bergerak ke atas, menyebabkan pembengkakan wajah dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat memengaruhi penglihatan. Kurangnya tekanan mekanis pada tulang dan otot yang biasanya terjadi akibat gravitasi menyebabkan kehilangan massa tulang dan atrofi otot.

Selain itu, sistem kardiovaskular mengalami perubahan besar, termasuk kesulitan mengatur tekanan darah saat kembali ke Bumi. Paparan jangka panjang terhadap mikrogravitasi juga memengaruhi fungsi vestibular, yaitu kemampuan telinga bagian dalam untuk merasakan gerakan dan orientasi, yang dapat menyebabkan masalah keseimbangan dan koordinasi.


Misi luar angkasa yang berlangsung lama mengharuskan astronot hidup dalam lingkungan terbatas dan terisolasi dengan interaksi sosial yang sangat terbatas. Hal ini dapat menyebabkan stres psikologis, gangguan tidur, penurunan kognitif, dan gangguan suasana hati. Pengaruh isolasi yang berkepanjangan dan hidup berdekatan di ruang terbatas, seperti di stasiun luar angkasa atau misi jangka panjang ke Mars, dapat memperburuk konflik interpersonal dan memengaruhi kesejahteraan mental serta kinerja misi.

Bagaimana astronot pulih setelah kembali ke Bumi bergantung pada durasi misi. Untuk misi singkat beberapa hari di orbit rendah Bumi, sekitar 95% kerusakan biologis yang terjadi tampaknya pulih setelah kembali. Namun, untuk misi yang lebih lama di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), pemulihan berlangsung seiring dengan lamanya waktu di luar angkasa. Beberapa masalah tetap ada, seperti Spaceflight-Associated Neuro-Ocular Syndrome (SANS), yang berhubungan dengan gangguan penglihatan akibat pergeseran cairan mikrogravitasi dan perubahan tekanan intrakranial yang memengaruhi mata.


Pengetahuan tentang bagaimana perjalanan luar angkasa memengaruhi kesehatan manusia masih terbatas. Misalnya, dampaknya pada fungsi paru-paru dan mekanisme biologi yang mendasari radiasi luar angkasa masih belum sepenuhnya dipahami. Penelitian menunjukkan bahwa mitokondria memiliki peran utama dalam dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh perjalanan luar angkasa, namun mekanisme adaptasi dan disfungsi mitokondria di luar angkasa masih menjadi fokus penelitian aktif.

Studi terbaru juga menunjukkan bahwa astronot lebih mungkin mengalami sakit kepala di luar angkasa daripada yang diperkirakan sebelumnya, dengan hampir semua astronot yang berpartisipasi dalam misi ISS melaporkan sakit kepala.

Penelitian juga mengungkapkan bahwa astronot yang berada di ISS atau shuttle NASA selama misi yang berlangsung lebih dari enam bulan mengalami pembesaran ventrikel serebral, ruang di tengah otak yang mengandung cairan serebrospinal. Selain itu, studi pada 2022 mencatat kehilangan massa tulang pada 17 astronot yang menjalani misi di ISS selama lebih dari lima bulan, dengan penurunan kepadatan mineral tulang yang masih tampak setahun sekali.

Meskipun sebagian besar kerusakan biologis akibat perjalanan luar angkasa dapat pulih setelah kembali ke Bumi, banyak tantangan kesehatan yang tetap ada, terutama dengan misi luar angkasa yang lebih panjang. Penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan langkah-langkah mitigasi, seperti penggunaan teknologi berbasis mitokondria untuk mengurangi dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi dan mikrogravitasi.

Perjalanan luar angkasa membawa risiko besar bagi kesehatan manusia, dan untuk mengatasi tantangan ini, penelitian lebih lanjut dan pengembangan teknologi yang dapat melindungi astronot sangat penting untuk memastikan keselamatan mereka dalam misi luar angkasa masa depan.