Berikut Hal Mengerikan yang Mungkin Terjadi Jika Revisi UU TNI Telah Disahkan
JAKARTA, GENVOICE.ID - Indonesia baru saja mengambil langkah besar yang bisa mengancam demokrasi, pasalnya, parlemen telah mengesahkan revisi Undang-Undang Militer yang memperluas peran tentara dalam jabatan sipil pada Kamis, (20/3). Jika aturan ini diterapkan, negara berpotensi menghadapi berbagai dampak yang mengingatkan pada era otoriter.
Dilansir dari Reuters, berikut adalah beberapa hal mengerikan yang mungkin terjadi setelah revisi ini disahkan:
1. Militer Kembali Mengendalikan Urusan Sipil
Dengan revisi ini, perwira aktif bisa menduduki lebih banyak jabatan sipil, termasuk di instansi seperti Kejaksaan Agung. Meski pemerintah mengklaim mereka harus mengundurkan diri terlebih dahulu, banyak pihak khawatir bahwa ini hanya formalitas belaka. Bayangkan jika keputusan hukum, kebijakan publik, hingga program sosial mulai dikendalikan oleh orang-orang berlatar belakang militer.
2. Impunitas dan Penyalahgunaan Kekuasaan Bisa Meningkat
Sejarah menunjukkan bahwa semakin besar peran militer dalam pemerintahan, semakin sulit mereka diawasi. Di masa lalu, kasus-kasus pelanggaran HAM seringkali sulit diproses karena adanya solidaritas internal di dalam institusi militer. Dengan keterlibatan mereka dalam jabatan sipil, risiko impunitas semakin tinggi.
3. Bayang-Bayang Orde Baru Kembali Menghantui
Ketika Suharto berkuasa, militer memainkan peran utama dalam mengontrol berbagai sektor pemerintahan, ekonomi, dan kehidupan sosial. Jika revisi ini benar-benar dijalankan, maka pola tersebut bisa kembali terjadi, membawa Indonesia kembali ke era di mana kebebasan sipil ditekan dan suara kritis dibungkam.
4. Militerisasi Kebijakan Publik
Presiden Prabowo Subianto, yang pernah menjadi Komandan Pasukan Khusus di era Orde Baru, telah memasukkan unsur militer dalam berbagai program sipil, termasuk distribusi makanan gratis bagi anak-anak. Jika revisi ini membuka lebih banyak pintu bagi militer di sektor sipil, bukan tidak mungkin kebijakan publik lainnya akan dikelola dengan pendekatan ala militer, ketat, tidak transparan, dan minim partisipasi publik.
5. Protes Masyarakat Bisa Diredam dengan Cara Represif
Sejak Rabu malam, mahasiswa sudah mulai berkumpul di gedung parlemen untuk menolak revisi ini. Namun, pada hari pengesahan, hanya tersisa beberapa lusin orang yang bertahan. Polisi bahkan meminta bantuan militer untuk menjaga parlemen, sebuah langkah yang justru menegaskan kekhawatiran bahwa peran militer dalam kehidupan sipil akan semakin dilegalkan, termasuk dalam menekan gerakan protes.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa revisi ini diperlukan untuk menghadapi tantangan geopolitik dan perkembangan teknologi militer global. Namun, ia tidak menjelaskan ancaman spesifik yang dimaksud. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah revisi ini benar-benar demi keamanan nasional, atau hanya dalih untuk memperkuat kontrol pemerintah?
Indonesia kini berada di persimpangan jalan, melindungi demokrasi atau membiarkan bayang-bayang Orde Baru kembali menguasai negeri ini. Jika revisi ini tidak diawasi dengan ketat, dampaknya bisa sangat menyeramkan bagi masa depan kebebasan dan hak-hak sipil di Indonesia.